Postingan

Bali The Last Paradise

Gambar
Hari pertama, langsung gas. Tak kendor sedikitpun meski mata terasa berat. Kantuk melanda sebagian peserta. Efek berangkat dini hari, bahkan rombongan flight pertama (jam 05:00) sudah stand by di bandara Soetta sejak pukul 03:00 dini hari! Hebat bukan? Ya, peserta harus berada di titik kumpul sesuai arahan dari travel agent dua jam sebelum pesawat lepas landas. Hal ini untuk mempermudah baik panitia, agen perjalanan dan peserta koordinasi, dan pastinya tak ketinggalan pesawat!  Berangkat di pagi buta memang tak mudah bagi sebagian peserta (termasuk saya pribadi hehehe ). Dibutuhkan kemauan, semangat dan tekad yang luar biasa untuk bangkit dari tempat tidur, bersih badan alias mandi dan gosok gigi, jangan lupa pakai baju dan semprot parfum yang wangi! 😂 Beruntung itinerary sudah di share komite dari jauh hari. Jadi tak perlu bingung dan bimbang, bawaan yang “wajib” dibawa pada saat workshop berlangsung pun sudah lengkap diinformasikan, termasuk kebutuhan pribadi seperti obat-o...

Tim Kecil

Gambar
Hening masih bersahabat dengan pagi dini hari. Sudah dua hari ibukota tak disapa hujan, bahkan gerimis pun tak hadir, untuk sekedar menyirami bunga setaman. Ya, memang rerumputan dan kembang, tampak hijau. Guyuran air yang turun dari langit, juga membuat bibit kelengkeng yang ku lempar seminggu lalu, mulai tumbuh tunas dan hari ini, empat helai daun mulai keluar. Menjulur ke kanan ke kiri, tampak kompak.  Pagi ini harus bergegas lebih awal, persis waktu sahur (kalau bulan Ramadan) hehehe. Bali we'll coming. Yap, setelah tahun lalu kita workshop tipis-tipis ke kota Hujan, Bogor, tahun ini, 2025, kita melancong agak jauhan dikit, keluar pulau Jawa. Pulau Dewata. Selain koordinasi yang matang, kesiapan fisik dan mental perlu diasah. Beruntungnya, setiap tahun masuk dalam komite (meskipun anggota sih), tapi setidaknya senang bisa berdampak untuk teman-teman sekebon , eh sekantor.  Gesekan dan percikan mesti ada, dan itu jadi bumbu penyedap di setiap organisasi, sekecil apa pun i...

Pandu

Gambar
“Kenapa matamu terlihat seperti baru selesai menangis?” tanyaku.  “Peduli amat dengan mata ku” jawabnya dengan nada ketus “Aku masih tak paham dengan jawabanmu, jawaban atas pertanyaanku hanya ada dua, ya atau tidak” “Seharusnya kamu tak perlu terlalu ketus dan serius, karena aku hanya ingin tau sebab musabab matamu terlihat merah dan sembab” jelas ku “Mata, mata ku sendiri, nangis, nangis ku sendiri, kenapa kau harus turut campur urusanku?” kembali dia menyanggah ku “Aku tak mau terlarut dengan urusan pribadimu, kamu saja yang terlalu baper dan sensi” aku menjawabnya dengan nada santai Obrolan malam itu yang bisa jadi tak penting, tapi sebagai seorang teman, setidaknya menyapa dengan basa-basi bisa membuka pembicaraan selanjutnya. Nyatanya Pandu tak menaruh respek padaku. Aku kenal dia sejak mengenyam pendidikan di perguruan tinggi alias kuliah. Sudah terbiasa menghadapi sikap juteknya yang tiada duanya. Meskipun kami tak pernah tergabung satu kelas, aku dan Pandu masuk dalam satu...

Angon

Gambar
Cuaca lagi dingin-dinginnya, curah hujan yang tinggi di tambah angin cukup kencang, membuat pohon pisang dan beberapa ranting pohon dengan batang yang rapuh, tampak tak berdaya. Berguguran. Sapuan angin itu juga memporak porandakan tanaman padi yang mulai menguning. Beruntung tak satupun hewan ternak Panjul jadi korban terjangan angin sore itu.  Kondisi cuaca memang tak menentu ditengah musim pancaroba, kadang panasnya menyengat, sejurus kemudian hujan turun dan petir menyambar. Situasi pelik tahunan ini sudah betul-betul dipahami Panjul, maklum dengan beranekaragam hewan ternak, membuat dia harus jeli membaca “petunjuk alam”.  Ayam, kambing, bebek dan juga lele adalah mata pencaharian bagi Panjul. Dari keempatnya, hanya ayam dan bebek lah yang menjadi andalannya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Telur-telur yang dihasilkan dari hasil ternaknya itu memang tak menentu, tapi setidaknya bisa menyokong ekonominya dan keluarga.  Ayam kampung yang dilepas liarkan masih men...

Gimbal Tempe

Gambar
Srintil sengaja menenteng tempe yang ia beli dari pasar, namun kali ini agak beda. Dia membawanya tanpa kantong plastik, ada lima biji. Tangan kanan kirinya pun penuh tempe di genggaman. Semuanya dibungkus daun pisang, mirip klepon bulang tanpa kotaknya. Ke pasar sendiri, hanya untuk membeli tempe.  Pasar yang letaknya tak jauh dari tempat tinggalnya itu, sudah ramai, bahkan sebelum Subuh, geliat pasar rakyat mulai terlihat. Dari puluhan pedagang tempe yang tersebar di pasar itu, Srintil telah menjatuhkan pilihan alias berlangganan ke salah satu lapak, Tempe Ngisi Roso. Bukan tak beralasan, Srintil kerap membeli tempe di TNR, karena mengikuti jejak mendiang ibunya.  Tempe Ngisi Roso ini memang berhasil bertahan sampai ke generasi ketiga, setara dengan cucu hingga kini. Rasanya pun cukup terjaga, hanya saja mereka mulai sedikit mengikuti trend masa kini, tempe kemasan plastik! Selain lebih praktis dan efisien, tentu harganya lebih murah jika dibandingkan daun pisang atau jati....

Dobleh

Gambar
Genap tiga hari Dobleh “perang dingin” dengan teman sekelasnya. Termasuk pagi ini, dia datang dengan muka masam. Alisnya yang mirip celurit itu sekarang lebih seperti anak panah yang siap meluncur ke sasaran tembak. Tubuhnya yang gempal, tampak begitu nyata, karena pagi ini dia sengaja “ psywar ” di kelas. Semua bermula ketika kepala sekolah memutuskan untuk mengajak seluruh pengurus kelas, termasuk ketua dan wakilnya, serta pembantu-pembantunya seperti bendahara dan sekretaris. Acara makan-makan yang biasa diselenggarakan setahun sekali, untuk merayakan malam pergantian tahun. Namun, apa daya, Dobleh tak ada di daftar tamu undangan, persis di tanggal tiga puluh satu Desember yang kurang dua hari lagi.  Dobleh memang tak memiliki “posisi strategis” di kelas. Dia hanya berperan sebagai pembantu umum. Berbekal tubuhnya yang tinggi besar, dia menjadi andalan teman-temannya di kala suka dan duka. Bahkan, terkadang wali kelas dan kepala sekolah tak sungkan meminta tolong padanya.  ...

Empat puluh lima menit di Lebak Bulus

Gambar
Jam menunjukkan pukul 20:53, tapi suasana masih saja meriah, Jakarta. Apalagi malam minggu, malam yang panjang yang asyik buat nongkrong, katanya. Tanggal muda, masih belum masuk dua digit angka di kalender, “amunisi” masih cukup untuk ngopi dan nge- mall . Namun, tak semua orang bisa menikmati momen yang sama, momen terima gaji dan bersenang-senang bersama keluarga, meskipun sekali atau dua kali, makan di luar.  Jakarta mulai masuk musim penghujan, tak terkecuali Sabtu pagi. Mungkin diantara warga juga ogah untuk keluar rumah, macet. Saat itulah menjadi berkah bagi pekerja informal, seperti tukang sekoteng keliling, cuanki, nasi goreng, ketoprak, mie ayam, siomay dan masih banyak lagi pedagang “offline” yang menjajakan dagangannya ke gang-gang sempit.  Bagaimana dengan green jacket atau jaket hijau? Sama! Mereka juga mengais rejeki di tengah cuaca yang sedang sejuk-sejuknya. Setelah sempat indeks udara di Jakarta, merah merona di hari Jum'at, bahkan ada wilayah statusnya hi...