Pesta Demokrasi, Pesta Rakyat
Oleh : Randy Prima Herlambang
Tinggal di randy.herlambang@gmail.com
“Pemilihan Umum telah memanggil kita, seluruh rakyat menyambut gembira…dibawah Undang-undang Dasar ’45 kita menuju ke pemilihan umum”
Sepenggal mars Pemilu yang mungkin bagi sebagian orang cukup familiar terdengar selama kepemimpinan Alm. Mantan Presiden Republik Indonesia (Purn) Jenderal H.M Soeharto pada masa Orde Baru. Lagu ini begitu populer menjelang berlangsungnya pemilihan umum. Hampir seluruh media elektronik seperti radio dan stasiun televisi memutar lagu ini, tujuannya tak lain adalah melakukan sosialiasasi terhadap masyarakat luas untuk berpartisipasi dalam gelaran nasional, pemilihan umum. Tampaknya “jingle” saat ini kurang digandrungi oleh penyelenggara pemilu (red : KPU), kini sosialisasi pemilu lebih banyak melalui iklan layanan masyarakat untuk mengajak berpartisipasi dalam Pemilu. Bukan hanya itu, banner pun tersebar hampir keseluruh pelosok untuk menyosialisasikan gawe nasional ini, yang terbaru KPU bekerjasama dengan Kominfo melakukan sosialisasi melalui pesan singkat (SMS) “Ayo memilih untuk Indonesia”, inilah tag line pemilu tahun 2014.
Seperti yang kita ketahui, pemilu tahun 2014 merupakan pemilihan umum yang ke sebelas sejak bangsa ini merdeka. Pemilu tahun ini akan diikuti dua belas partai politik. Tinggal menghitung hari, bangsa ini akan menentukan “nasibnya” lima tahun kedepan. Tepatnya tanggal 09 April 2014, rakyat akan memilih calon anggota legistatif untuk duduk di kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Tentunya rakyat dituntut jeli dalam menentukan pilihan, mengingat banyaknya “kontestan” parpol dan caleg yang berpartisipasi dalam pesta demokrasi tahun ini. Di Kabupaten Pasuruan saja jumlah Daftar Calon Tetap di Komisi Pemilihan Umum sekitar 499 orang Caleg yang tersebar di lima Dapil . Dari jumlah Caleg tersebut “hanya” lima puluh orang yang akan duduk di kursi DPR. Tentunya seluruh Caleg akan all out untuk merebut simpati rakyat demi kursi di DPR.
Akan tetapi keberadaan dan komitmen DPR saat ini menjadi sorotan publik, mereka dinilai kurang cekatan dan tanggap terhadap kondisi dan situasi masyarakat “bawah” yang saat ini butuh campur tangan mereka, memberikan langkah kongkrit untuk mengatasi krisis yang tengah terjadi. Masalah sosial yang menghimpit kaum proletar terkadang membuat mereka nekat dalam bertindak, meskipun bertentangan dengan hukum yang berlaku. Selain masalah sosial, masalah ekonomi juga menjadi momok bagi kalangan masyarakat menengah ke bawah. Biaya hidup semakin meningkat, sementara ketersediaan lapangan pekerjaan sangat terbatas. Kalaupun ada, penghasilan mereka tidak seimbang dengan pengeluaran mereka, serba terbatas!!! Sangat ironis memang, tapi begitulah kondisi masyarakat kita saat ini. Angkatan kerja yang “menumpuk” sedang mengantri pekerjaan layak untuk sekedar menyambung hidup. Sebenarnya Negara ini telah memiliki undang-undang yang patut dibanggakan dan direalisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi: “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Akan tetapi apa yang terjadi di masyarakat? Mereka cukup susah untuk sekedar mendapatkan pekerjaan, terutama bagi mereka yang kurang beruntung yang tidak dapat melanjutkan pendidikan secara tuntas.
Dibidang pendidikan, wajib belajar sembilan tahun yang dicanangkan pemerintahan Orde Baru pun terancam mandeg. Padahal dalam era reformasi saat ini, pemerintahan kabinet Indonesia bersatu “jilid I” telah mengeluarkan program BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang diperuntukkan bagi siswa yang kurang mampu. Namun fakta dilapangan hasilnya kurang maksimal Mengapa demikian? Kita lihat saja dijalanan, terutama di traffic light, pada jam-jam sekolah, banyak diantara mereka yang usianya antara 5-15 tahun masih “asyik” bergelut dengan panas dan teriknya matahari hanya untuk mencari uang recehan.
Salah satu kunci keberhasilan negara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi adalah peran aktif wakil rakyat yakni Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sebab DPR merupakan fungsi control terhadap jalannya sebuah pemerintahan. Sebagai lembaga tertinggi negara, mereka harus mampu mengemban amanah dari rakyat. Namun, fakta yang terjadi saat ini berbanding terbalik, DPR berjalan sendiri-sendiri dan cenderung mengutamakan kelompok dan pribadi ketimbang untuk masyarakat luas. Menjadi wakil rakyat bukan lagi pengabdian, tetapi “pekerjaan”. Ya, pekerjaan yang aman, nyaman, dan terjamin. Mereka lebih mengejar materi daripada mengabdi untuk negeri. Mengapa demikian? Pasalnya, mereka yang duduk diparlemen saat ini (meskipun tidak semua), tetapi mayoritas menggunakan uang untuk menuju parlemen. Mereka adalah ‘saudagar’ yang tahu untung rugi. “Laba” yang dihasilkan harus lebih besar dibanding biaya yang telah dikeluarkan. Sehingga, tak jarang mereka yang ‘berprofesi’ sebagai wakil rakyat bisa ‘nyambi’ sebagai business man. Segala sesuatu yang berbau ‘proyek’ pemerintah ataupun swasta, mereka sering turut andil didalamnya. Walhasil, banyak diantara wakil rakyat yang tak jarang terlibat kasus suap dan korupsi.
Vox Populi Vox Dei
“Suara Rakyat, Suara Tuhan”. Adagium inilah yang sering dilontarkan para legislator ketika melakukan orasi dalam kampanyenya. Rakyat diposisikan sebagai pemegang kendali dalam suatu negara. Dukungan dan partisipasi rakyat sangat diperlukan untuk keberlangsungan roda pemerintahan. Secara sederhana peran aktif masyarakat dalam kehidupan politik dapat tercermin dari keikutsertaannya untuk memberikan suara dalam pemilihan umum. Asa dan harapan rakyat untuk mewujudkan perubahan kearah yang lebih baik semoga tetap terjaga, tentunya melalui wakil rakyat yang akan terpilih kelak. Kepercayaan masyarakat yang diamanatkan kepada wakilnya di DPR memang tidak mudah untuk dijalankan, akan tetapi perlu perjuangan secara maksimal. Sebagai kepanjangan tangan rakyat, kebijakan yang diambil oleh DPR seharusnya berpihak pada kepentingan rakyat. Realisasi janji-janji ketika kampanye bisa dijadikan sebagai tolok ukur akan keseriusan DPR dalam menjalankan tugasnya.
Sebagai warga negara yang baik, mari kita gunakan hak suara kita untuk menyukseskan pemilu legislatif. Tinggalkan ke-pesimis-an kita, dan marilah kita optimis untuk mewujudkan cita-cita bangsa ini menjadi negara yang adil dan makmur, gemah ripah loh jinawi, amin… Nasib bangsa ada ditangan kita, so jangan Golput.
Tulisan ini dimuat di ruang publik Radar Bromo,Pasuruan (Jawa Pos Group)
Tinggal di randy.herlambang@gmail.com
“Pemilihan Umum telah memanggil kita, seluruh rakyat menyambut gembira…dibawah Undang-undang Dasar ’45 kita menuju ke pemilihan umum”
Sepenggal mars Pemilu yang mungkin bagi sebagian orang cukup familiar terdengar selama kepemimpinan Alm. Mantan Presiden Republik Indonesia (Purn) Jenderal H.M Soeharto pada masa Orde Baru. Lagu ini begitu populer menjelang berlangsungnya pemilihan umum. Hampir seluruh media elektronik seperti radio dan stasiun televisi memutar lagu ini, tujuannya tak lain adalah melakukan sosialiasasi terhadap masyarakat luas untuk berpartisipasi dalam gelaran nasional, pemilihan umum. Tampaknya “jingle” saat ini kurang digandrungi oleh penyelenggara pemilu (red : KPU), kini sosialisasi pemilu lebih banyak melalui iklan layanan masyarakat untuk mengajak berpartisipasi dalam Pemilu. Bukan hanya itu, banner pun tersebar hampir keseluruh pelosok untuk menyosialisasikan gawe nasional ini, yang terbaru KPU bekerjasama dengan Kominfo melakukan sosialisasi melalui pesan singkat (SMS) “Ayo memilih untuk Indonesia”, inilah tag line pemilu tahun 2014.
Seperti yang kita ketahui, pemilu tahun 2014 merupakan pemilihan umum yang ke sebelas sejak bangsa ini merdeka. Pemilu tahun ini akan diikuti dua belas partai politik. Tinggal menghitung hari, bangsa ini akan menentukan “nasibnya” lima tahun kedepan. Tepatnya tanggal 09 April 2014, rakyat akan memilih calon anggota legistatif untuk duduk di kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Tentunya rakyat dituntut jeli dalam menentukan pilihan, mengingat banyaknya “kontestan” parpol dan caleg yang berpartisipasi dalam pesta demokrasi tahun ini. Di Kabupaten Pasuruan saja jumlah Daftar Calon Tetap di Komisi Pemilihan Umum sekitar 499 orang Caleg yang tersebar di lima Dapil . Dari jumlah Caleg tersebut “hanya” lima puluh orang yang akan duduk di kursi DPR. Tentunya seluruh Caleg akan all out untuk merebut simpati rakyat demi kursi di DPR.
Akan tetapi keberadaan dan komitmen DPR saat ini menjadi sorotan publik, mereka dinilai kurang cekatan dan tanggap terhadap kondisi dan situasi masyarakat “bawah” yang saat ini butuh campur tangan mereka, memberikan langkah kongkrit untuk mengatasi krisis yang tengah terjadi. Masalah sosial yang menghimpit kaum proletar terkadang membuat mereka nekat dalam bertindak, meskipun bertentangan dengan hukum yang berlaku. Selain masalah sosial, masalah ekonomi juga menjadi momok bagi kalangan masyarakat menengah ke bawah. Biaya hidup semakin meningkat, sementara ketersediaan lapangan pekerjaan sangat terbatas. Kalaupun ada, penghasilan mereka tidak seimbang dengan pengeluaran mereka, serba terbatas!!! Sangat ironis memang, tapi begitulah kondisi masyarakat kita saat ini. Angkatan kerja yang “menumpuk” sedang mengantri pekerjaan layak untuk sekedar menyambung hidup. Sebenarnya Negara ini telah memiliki undang-undang yang patut dibanggakan dan direalisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi: “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Akan tetapi apa yang terjadi di masyarakat? Mereka cukup susah untuk sekedar mendapatkan pekerjaan, terutama bagi mereka yang kurang beruntung yang tidak dapat melanjutkan pendidikan secara tuntas.
Dibidang pendidikan, wajib belajar sembilan tahun yang dicanangkan pemerintahan Orde Baru pun terancam mandeg. Padahal dalam era reformasi saat ini, pemerintahan kabinet Indonesia bersatu “jilid I” telah mengeluarkan program BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang diperuntukkan bagi siswa yang kurang mampu. Namun fakta dilapangan hasilnya kurang maksimal Mengapa demikian? Kita lihat saja dijalanan, terutama di traffic light, pada jam-jam sekolah, banyak diantara mereka yang usianya antara 5-15 tahun masih “asyik” bergelut dengan panas dan teriknya matahari hanya untuk mencari uang recehan.
Salah satu kunci keberhasilan negara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi adalah peran aktif wakil rakyat yakni Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sebab DPR merupakan fungsi control terhadap jalannya sebuah pemerintahan. Sebagai lembaga tertinggi negara, mereka harus mampu mengemban amanah dari rakyat. Namun, fakta yang terjadi saat ini berbanding terbalik, DPR berjalan sendiri-sendiri dan cenderung mengutamakan kelompok dan pribadi ketimbang untuk masyarakat luas. Menjadi wakil rakyat bukan lagi pengabdian, tetapi “pekerjaan”. Ya, pekerjaan yang aman, nyaman, dan terjamin. Mereka lebih mengejar materi daripada mengabdi untuk negeri. Mengapa demikian? Pasalnya, mereka yang duduk diparlemen saat ini (meskipun tidak semua), tetapi mayoritas menggunakan uang untuk menuju parlemen. Mereka adalah ‘saudagar’ yang tahu untung rugi. “Laba” yang dihasilkan harus lebih besar dibanding biaya yang telah dikeluarkan. Sehingga, tak jarang mereka yang ‘berprofesi’ sebagai wakil rakyat bisa ‘nyambi’ sebagai business man. Segala sesuatu yang berbau ‘proyek’ pemerintah ataupun swasta, mereka sering turut andil didalamnya. Walhasil, banyak diantara wakil rakyat yang tak jarang terlibat kasus suap dan korupsi.
Vox Populi Vox Dei
“Suara Rakyat, Suara Tuhan”. Adagium inilah yang sering dilontarkan para legislator ketika melakukan orasi dalam kampanyenya. Rakyat diposisikan sebagai pemegang kendali dalam suatu negara. Dukungan dan partisipasi rakyat sangat diperlukan untuk keberlangsungan roda pemerintahan. Secara sederhana peran aktif masyarakat dalam kehidupan politik dapat tercermin dari keikutsertaannya untuk memberikan suara dalam pemilihan umum. Asa dan harapan rakyat untuk mewujudkan perubahan kearah yang lebih baik semoga tetap terjaga, tentunya melalui wakil rakyat yang akan terpilih kelak. Kepercayaan masyarakat yang diamanatkan kepada wakilnya di DPR memang tidak mudah untuk dijalankan, akan tetapi perlu perjuangan secara maksimal. Sebagai kepanjangan tangan rakyat, kebijakan yang diambil oleh DPR seharusnya berpihak pada kepentingan rakyat. Realisasi janji-janji ketika kampanye bisa dijadikan sebagai tolok ukur akan keseriusan DPR dalam menjalankan tugasnya.
Sebagai warga negara yang baik, mari kita gunakan hak suara kita untuk menyukseskan pemilu legislatif. Tinggalkan ke-pesimis-an kita, dan marilah kita optimis untuk mewujudkan cita-cita bangsa ini menjadi negara yang adil dan makmur, gemah ripah loh jinawi, amin… Nasib bangsa ada ditangan kita, so jangan Golput.
Tulisan ini dimuat di ruang publik Radar Bromo,Pasuruan (Jawa Pos Group)
Komentar
Posting Komentar
Besongol.xyz