Urgensi Pendidikan Sekolah

* Oleh : Randy Prima
Alumni Jurusan Akuntansi FE UMM

Pendidikan merupakan komponen penting yang tidak bisa dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa pendidikan merupakan kebutuhan pokok yang wajib diikuti jika ingin menyongsong masa depan yang cerah. Tanpa dibekali pendidikan, seseorang tidak akan mampu beradaptasi dengan masyarakat lainnya. Pendidikan sendiri tidak hanya diperoleh dari pendidikan formal seperti sekolah ataupun jenis lembaga yang diakui oleh pemerintah, tetapi dapat diperoleh dari pendidikan non formal, seperti dari lingkungan keluarga atau masyarakat.

Selama ini sebagian masyarakat kita menganggap bahwa seseorang dikatakan berpendidikan jika telah menyelesaikan studinya di sekolah formal. Sehingga, tidak sedikit masyarakat memosisikan sekolah sebagai nomor wahid yang harus didahulukan. Berbagai upaya pun dilakukan agar anaknya bisa mengenyam bangku pendidikan. Tidak jarang orang tua, memaksakan anaknya untuk bersekolah hingga study tingkat lanjut seperti Perguruan Tinggi, terutama bagi mereka yang berduit.

Slogan yang kerap kali muncul dan pastinya akrab ditelinga khalayak adalah Ayo Sekolah yang disponsori langsung oleh UNICEF. Iklan layanan masyarakat yang sempat mem-booming semasa kepemimpinan Orba. Tujuannya tidak lain agar masyarakat bisa mengerti akan pentingnya sekolah. Bukan hanya itu, untuk meminimalisir jumlah penduduk buta aksara, serta mewujudkan pendidikan yang merata, Bank Pembangunan Daerah (ADB) dan World Bank (Bank Dunia) bersedia mengucurkan dananya untuk Indonesia.

Salah satu bentuk keseriusan pemerintah terhadap dunia pendidikan antara lain seperti, pengalokasian anggaran dana untuk pendidikan yang pada waktu itu kurang lebih sekitar 20% serta pemberlakuan wajib belajar sembilan tahun. Namun, ternyata berbagai kritik dan spekulasi muncul terkait dengan kebijakan pemerintah yang dianggap terlalu memberatkan, terutama diberlakukannya wajib belajar sembilan tahun. Respons seperti itu bukan tidak beralasan, mahalnya biaya pendidikan serta semakin sempitnya lapangan pekerjaan merupakan faktor utama penghambat dunia pendidikan.

Asal Usul Sekolah
Sekolah merupakan berasal dari bahasa Inggris yakni school, akan tetapi sebenarnya school berasal dari kata skhole, scola, scolae atau schola (Latin). Secara harfiah dapat diterjemahkan waktu luang atau waktu senggang (Roem Topatimasang, 1998). Jika melihat arti katanya, ternyata bagi orang Yunani Kuno sekolah merupakan waktu senggang yang digunakan untuk pergi ke orang yang lebih pandai. Tujuannya adalah untuk mengetahui hal-hal yang tidak mereka ketahui.

Seiring dengan perkembangan zaman dan culture masyarakatnya, makna sekolah mulai bergeser menjadi sebuah formalitas. Metode pembelajaran, kurikulum serta mata pelajaran merupakan satu paket yang tidak dapat dipisahkan. Bukan hanya itu, siswa dan siswi masih harus terikat dengan aturan main yang ditetapkan oleh pihak sekolah. Seperti halnya tata tertib dan jam pelajaran. Hampir seluruh sekolah, terutama negeri menetapkan jam pelajaran dalam sehari antara enam hingga tujuh jam.

Padatnya jadwal yang dihadapi siswa/i disekolah terkadang menjadi beban tersendiri, sehingga berimbas pada tingkat daya tangkap siswa terhadap mata pelajaran yang seringkali kurang maksimal. Dampaknya, ketika menghadapi ujian siswa/i mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal-soal yang diberikan. Secara implisit, untuk menghasilkan lulusan terbaik, bukan hanya kurikulum dan metode pembelajaran, tetapi juga sarana dan prasarana yang mampu menunjang kelancaran proses belajar mengajar.

Keberadaan tenaga pengajar (guru) merupakan perangkat yang vital dalam kegiatan belajar mengajar (KBM). Jika ingin menghasilkan lulusan yang mampu berkompeten, sebagai prasyarat, guru harus mempunyai kualifikasi, seperti terampil, cakap dalam menyelesaikan persoalan yang ada, serta mempunyai dedikasi yang tinggi terhadap disiplin ilmu yang ditekuninya.

Gagasan mengenai metode pembelajaran dengan sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) merupakan salah satu solusi yang ditawarkan pihak sekolah kepada orang tua/ wali. Harapannya, setelah diterapkannya KBK anak didik mampu mengatasi masalah atau kasus secara mandiri.

Pelaksanaan Fungsi Sekolah
Secara umum fungsi sekolah adalah untuk mendidik siswa/i menjadi lulusan yang mempunyai nilai tambah, baik secara akademik maupun tingkah lakunya. Pada dasarnya, sekolah memadukan empat fungsi sosial yang berbeda-beda custodial care, yaitu fungsi perwalian; seleksi peranan sosial; indoktrinasi; dan fungsi pendidikan yang biasanya diwujudkan dalam bentuk kecakapan dan pengetahuan (Everett Reimer, 2000).

Jika mengamati keempat fungsi yang ada, tampaknya custodial care menjadi tanggungjawab moril yang cukup berat yang harus diemban oleh sekolah. Fungsi perwalian tidak akan bisa berjalan jika tidak ada korporasi antara orang tua dan pihak sekolah. Sekolah merupakan pilihan strategik bagi orang tua untuk menyelesaikan problematika yang dihadapi oleh anaknya. Dimasukkannya mata pelajaran bimbingan konseling (BK) adalah sebagai salah satu bentuk usaha sekolah untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang bermoral serta berpengetahuan.

Tulisan terpublikasi di Radar Bromo, Pasuruan (Jawa Pos Group) :-)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Namanya Abadi, tapi (tak) Dapat Ditinggali

Ranting Pena

[2nd Day] SILO Mentality, Growth or Fixed?