Akulturasi Budaya Era Globalisasi

Perguruan tinggi merupakan jenjang pendidikan tertinggi yang tidak semua orang bisa mengenyamnya. Mahalnya biaya pendidikan merupakan salah satu penyebabnya. Namun, tidak jarang orang yang memiliki kesempatan untuk merasakan atmosfer kampus , kurang memanfaatkannya secara maksimal. Terlepas dari semua itu, memang ada faktor lain yang tersembunyi, yakni culture dan custom. Custom atau kebiasaan dapat membentuk budaya atau culture dalam suatu komunitas. Sehingga, tingkah laku yang positivistic akan berimbas pada budayanya yang juga bersifat positif. Tidak dapat dipungkiri, perguruan tinggi merupakan sarana dan prasarana bagi mahasiswa untuk mengaktualisasikan diri dan pengembangan diri. Tentunya bentuk aktualisasi diharapkan bisa memberikan sumbangsih kepada civitas akademika serta masyarakat pada umumnya.
Namun, jika melihat fenomena yang terjadi saat ini, gejala hedonism mulai menyusup dalam diri pemuda sebagai tunas harapan dan generasi penerus bangsa. Nilai-nilai luhur mulai bergeser kea rah dunia yang penuh hura-hura dan foya-foya. Dunia gemerlap malam (Dugem) serta budaya nongkrong merupakan “jajanan” yang akrab ditelinga, bahkan menjadi rutinitas. Keadaan ini semakin diperparah dengan bertambah maraknya peredaran narkoba khususnya di area Malang Raya. Kampus serta sekolah merupakan “pasar” yang cukup menjanjikan bagi para mafia narkoba untuk memperdagangkan barang haram tersebut.
Bukan hanya itu, life style sekarang sudah menjadi prioritas utama ketimbang prestasi akademik. Budaya western yang juga mulai masuk semakin memperparah keadaan yang ada sekarang ini. Agaknya, era globalisasi juga dapat menunjang terjadinya pertukaran budaya yang sangat cepat. Proses akulturasi budaya yang terhitung cepat ini, membuat masyarakat kurang bisa untuk memilah-milah, mana budaya yang termasuk budaya yang positif atau sebaliknya. Ketidaksiapan ini membuat khawatir seluruh lapisan masyarakat, termasuk mahasiswa. Jika keadaan ini terus dipaksakan, bukan mustahil Negara kita hanya akan menjadi bagian dari sebuah sejarah, Naudzubillah!

Tampaknya, peran mahasiswa sebagai agent of change masyarakat untuk saat ini perlu diluruskan kembali. Jika melongok Tri Dharma Perguruan Tinggi, sesungguhnya mahasiswa mempunyai tanggungjawab sosial yang besar terhadap masyarakat. Dalam kacamata masyarakat, mahasiswa merupakan para calon intelek yang diharapkan mampu memberikan kontribusi berarti dan membawa perubahan masyarakat kearah yang lebih baik.

Dimuat di "Bestari" Koran Kampus Universitas Muhammadiyah Malang
No.224/TH.XX/MARET/2007

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Namanya Abadi, tapi (tak) Dapat Ditinggali

Ranting Pena

[2nd Day] SILO Mentality, Growth or Fixed?