Dari Rakyat Untuk KEPARAT…..
**** Opini ****
Pernahkah anda dengar kata demokrasi? Apabila anda jawab demokrasi adalah “ Dari,Oleh
dan Untuk Rakyat” SERATUS PERSEN jawaban anda BENAR. Dari Rakyat, Oleh Rakyat,
Untuk Rakyat. Tapi bagaimana jika anda ditanya, apa yang anda ketahui tentang
DemoCrazy? Tentu anda akan bingung! Saya yakin dengan sepenuh hati bahwa anda
tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut. Mengapa? Simple,
sebab dalam mata pelajaran ataupun mata kuliah, anda tidak pernah
mendengarkan kata “asing’’ tersebut…he,he, Lantas apa sebenarnya DemoCrazy
tersebut? Mari kita coba telaah bersama (untuk kesimpulan akan saya kembalikan
ke Anda, saya tidak ikut campur!!!). DemoCrazy terdiri atas dua kata Demo dan Crazy. Demo dalam konteks ini
memiliki, merupakan akronim dari Demoralisasi
(terkesan memaksa, tapi sangat pas
dengan situasi negeri ini, menurut teman-teman sebaya saya sih…). Demoralisasi dalam kamus bahasa Indonesia berarti
kemerosotan moral (akhlak), sedangkan Crazy
dalam kamus satu Milyar Inggris Indonesia memiliki terjemahan sakit ingatan;
gila; bobrok; sinting. Klop!!!!
Kira-kira menurut anda sistem pemerintahan manakah yang sedang
dianut oleh Negara kita? Jawab “A” jika anda menjawab Demokrasi, dan “B” untuk
DemoCrazy. Selanjutnya, silahkan tuliskan jawaban anda pada secarik kertas,
kemudian angkat jawaban anda tinggi-tinggi. Dalam hitungan ketiga beritahu
jawaban anda… Satu, dua, tiga…..Ya, silahkan
angkat jawaban anda. Saya akan memulai menghitung berapa orang yang menjawab
“A” dan berapa orang yang mengangkat jawaban “B”. Baiklah, kita akan menghitung
sama-sama hasil “voting” pada kesempatan ini. “Voting” seperti yang anda
ketahui, mencerminkan transparansi dan kebebasan dalam ber-Demokrasi. Tentunya
kebebasan yang berarti positif dan jangan diartikan kebebasan yang “seenak udel-e
dewe” (baca: semaunya sendiri). Rakyat berabe,
Negara pun bisa memble..Oke, kita mulai dari ujung barat hingga nanti finish di ujung kulon (red: barat).
Saya mulai penghitungan “manual
account” dari jawaban A dulu, demokrasi. Bagi anda yang memilih jawaban B,
DemoCrazy sementara waktu diturunkan dulu, untuk menghargai pemilih Demokrasi. Lho kok pada diturunkan semua???? Baik
saya ulang, bagi anda yang merasa memilih jawaban “B” silahkan diturunkan
sebentar, penghitungan saya mulai dari peserta yang memilih jawaban “A”…!!!!!What’s wrong? No one choose the “A”
answer???? Why?...Dengan demikian anda sekalian yakin dan kompak lebih
memilih jawaban “B” ketimbang “A”. Itu artinya anda memilih DemoCrazy????? Okelah kalau begitu…Negara kita kan negara
demokrasi jadi saya harus menghargai pendapat anda (bukan DemoCrazy seperti
yang anda “kira”..) Tentunya jawaban anda tidak serta merta membuat saya bisa
menerimanya, anda harus memiliki reason
yang jelas, tepat, dan akurat, dan yang terpenting adalah fakta, bukan
mengada-ada. Saya minta jawaban anda kirimkan ke alamat surat elektronik saya
di indonesiaku_cinta@merdeka.id. Jawaban anda merupakan cermin kondisi masyarakat saat ini. Jawaban
paling lambat saya terima seminggu setelah pertemuan ini. Akhir kata saya
sampaikan terimakasih atas atensi dan antusiasme anda pada pertemuan ini. Saya
sangat mengapresiasi kehadiran anda pada acara ini, waktu, tenaga dan pikiran
telah anda luangkan buat saya.
Kurang lebih begitulah
gambaran pertemuan yang digelar atas prakarsa Lembaga Swadaya Masyarakat,
Lembaga Survey, dan Ormas yang prihatin
akan masa depan bangsa ini. Pertemuan ini melibatkan berbagai elemen masyarakat
termasuk petani, nelayan, pekerja, tokoh masyarakat, akademisi dan masih banyak lagi komponen
lainnya. Tujuan awal pertemuan ini diadakan adalah untuk mengevaluasi kinerja pemerintah
serta perangkatnya. Akan tetapi bukan hanya pemerintahan saja yang mendapat
perhatian serius, Dewan Perwakilan Rakyat pun tak luput menjadi “sasaran
tembak”. Mengingat kiprah DPR sebagai penyambung lidah rakyat cukup vital dinegara
kita. Keberadaan dan komitmen DPR saat ini menjadi sorotan public, mereka
dinilai kurang cekatan dan tanggap terhadap kondisi dan situasi masyarakat
“bawah” yang saat ini butuh campur tangan mereka, memberikan langkah kongkrit
untuk mengatasi krisis yang tengah terjadi. Beberapa surat elektronik dan short
message service masuk ke panitia penyelenggara. Kebanyakan isi dari pesan
tersebut adalah keluhan masyarakat akan kondisi perekonomian, mereka gusar akan
ketidakpastian ekonomi saat ini.Masalah sosial yang menghimpit mereka terkadang
membuat nekat dalam bertindak, meskipun bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Selain masalah sosial,
masalah ekonomi juga menjadi momok bagi kalangan masyarakat menengah ke bawah.
Biaya hidup semakin meningkat, sementara ketersediaan lapangan pekerjaan sangat
terbatas.Kalaupun ada, penghasilan mereka tidak seimbang dengan pengeluaran
mereka, serba terbatas!!! Sangat ironis memang, tapi begitulah kondisi
masyarakat kita saat ini. Angkatan kerja yang “menumpuk” sedang mengantri
pekerjaan layak untuk sekedar menyambung hidup. Sebenarnya Negara ini telah
memiliki undang-undang yang patut dibanggakan dan direalisasikan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yang
berbunyi: “ Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan”. Akan tetapi apa yang terjadi di masyarakat? Mereka
sangat susah untuk sekedar mendapatkan pekerjaan, terutama bagi mereka yang
kurang beruntung yang tidak dapat melanjutkan pendidikan secara tuntas. Wajib Belajar
Sembilan tahun yang dicanangkan pemerintahan Orde Baru pun terancam mandeg.
Padahal dalam era reformasi saat ini, pemerintahan kabinet Indonesia bersatu
“jilid I” telah mengeluarkan program BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang
diperuntukkan bagi siswa yang kurang mampu. Namun fakta dilapangan hasilnya nol.
Mengapa dapat dikatakan demikian? Kita lihat saja dijalanan, terutama di
traffic light, pada jam-jam sekolah, banyak diantara mereka yang usianya antara
5-15 tahun masih “asyik” bergelut dengan panas dan teriknya matahari hanya
untuk mencari uang recehan.
Apakah bantuan Negara untuk
anak-anak ini tidak tepat sasaran? Ataukah dana tersebut telah dimanipulasi
oleh oknum yang tidak bertanggungjawab
sedemikian rupa, sehingga dana tersebut tidak pernah sampai di
masyarakat proletar atau yang membutuhkan? Entahlah…!!! Semoga saja kejadian
seperti ini tidak terus berlanjut. Memang tidak semudah membalikkan telapak
tangan untuk memberangus perilaku korup. Budaya korupsi terlajur mendarah
daging dan mengakar ke seluruh sudut kehidupan. Runtuhnya Orde Baru pun diawali
oleh isu KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Kebobrokan OrBa terbongkar
setelah disinyalir hutang Negara kepihak asing membengkak hingga triliunan rupiah.Tanggungan yang begitu besar
tidak diimbangi oleh pendapatan Negara, akibatnya tunggakan Negara begitu
besar, termasuk harus menanggung beban bunga atas pinjaman asing tersebut. Alhasil,
setiap anak yang baru lahir dinegeri ini diberi “kehormatan” untuk menanggung
hutang Negara ini.Luar biasa bukan??? Catatan kelabu Negara ini tidak akan
pernah berhenti selama pemerintah, DPR dan rakyat bersama-sama bersinergi untuk
membangun bangsa dan Negara tercinta. Apabila menengok kekayaan Sumber Daya
Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) negeri ini, tidak kalah jika
dibandingkan dengan negara-negara maju seperti Jepang. Tetapi mengapakah Negara
kita terpuruk dan tertinggal jauh oleh Negara tetangga seperti Malayasia dan Singapura?
Salah satu kunci
keberhasilan negara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi adalah peran
aktif wakil rakyat yakni Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sebab DPR merupakan
fungsi control terhadap jalannya sebuah pemerintahan. Sebagai lembaga tertinggi
negara, mereka harus mampu mengemban amanah dari rakyat. Namun, fakta yang
terjadi saat ini berbanding terbalik, DPR berjalan sendiri-sendiri dan
cenderung mengutamakan kelompok dan pribadi ketimbang untuk masyarakat luas. Menjadi
wakil rakyat bukan lagi pengabdian,
tetapi “pekerjaan”. Ya, pekerjaan yang aman, nyaman, dan terjamin. Mereka lebih
mengejar materi daripada mengabdi untuk negeri. Mengapa demikian? Pasalnya,
mereka yang duduk diparlemen saat ini , meskipun tidak semua, tetapi mayoritas
menggunakan uang untuk menuju Senayan. Mereka adalah ‘saudagar’ yang tahu
untung rugi. “Laba” yang dihasilkan harus lebih besar dibanding biaya yang
telah dikeluarkan. Sehingga, tak jarang mereka yang ‘berprofesi’ sebagai wakil rakyat
bisa ‘nyambi’ sebagai businessman. Segala sesuatu yang berbau ‘proyek’
pemerintah ataupun swasta, mereka sering turut andil didalamnya. Memang
dasarnya DPR juga manusia (yang cenderung serakah) biasa, yang bisa salah dan
tak sempurna.Kita lihat saja tunjangan mereka sebagai wakil rakyat, tunjangan
reses untuk dewan sebesar Rp. 103.000.000 (Seratus tiga juta rupiah,-) Woooowwww…angka
yang fantastis bagi rakyat proletar.
Rakyat
seolah di-setting sebagai penonton yang tidak bisa berbuat apa-apa. Yang mereka
tahu gaji dan tunjangan dewan naik, dan para anggotanya setuju. Setelah itu,
mereka masih mencari “cela” untuk terus menguras hak-hak rakyat kecil dengan
istilah yang intelek dan cenderung tidak popular. Salah satu kabar terbaru
adalah usulan mengenai dana aspirasi yang rencananya diperuntukkan setiap
anggota DPR RI, angkanya pun tidak tanggung-tanggung, mencapai satu millyar
rupiah! Apabila ternyata usulan ini disetujui, itu artinya beban Negara akan
semakin meningkat,disisi lain rakyat jelata menjerit penuh keputus asaan.
Komentar
Posting Komentar
Besongol.xyz