Jeglongan Sewu, Satire Santun Warga untuk Pemerintah
Sebagian orang
mungkin sudah pernah mendengar sebutan jeglongan sewu (red:seribu lubang).
Keadaan ini menggambarkan kondisi jalan raya yang tingkat kerusakannya sangat
parah. Dimedia sosial “Wisata Jeglongan Sewu” cukup viral dan ramai
diperbincangkan. Bermula dari postingan masyarakat Gresik dan sekitarnya,
mendadak jalan raya dijadikan tempat “wisata” baru dan dadakan. Banyak
pengendara yang melintas dijalan raya Tuban-Gresik yang penasaran dengan
keberadaan Wisata Jeglongan Sewu. Wisata ini dapat dijumpai dengan mudah,
terutama pengendara yang melalui jalur Pantura, tepatnya di Jalan Tuban-
Gresik, Desa Betoyokauman, Kec.Manyar,
Kab.Gresik. Jalan nasional yang menghubungkan Gresik dan Tuban ini merupakan jalur
favorit kendaraan besar menuju Jawa
Tengah, Jawa Barat, Jakarta dan sebaliknya.
Istilah
Jeglongan Sewu muncul sebagai bentuk protes warga kepada pemerintah karena
perbaikan jalan yang mereka harapkan tidak kunjung terealisasi. Puncaknya,
warga disekitar jalan penghubung Provinsi Jatim dan Jateng ini memblokade jalan
dengan pipa gas PGN yang kebetulan saat
itu ada proyek pipanisasi. “Sabotase” ini dilakukan tujuannya tak lain ingin
diperhatikan pemerintah agar perbaikan jalan segera dilakukan, karena jalur
tersebut merupakan akses primadona bagi kendaraan niaga.
Dari gambar
yang sempat diupload baik dimedia sosial maupun media online, ada semacam
gapura ucapan Selamat Datang Di Wisata Jeglongan Sewu, Gresik. Ada juga gambar
yang menunjukkan beberapa bocah sedang asik berenang di tengah genangan air,
yang notabene merupakan jalanan yang rusak. Belum lagi ada hewan mamalia
seperti buaya dan kuda nil yang sedang asyik berkubang di tengah lumpur yang
coklat pekat. “Ini Jalan Raya, Bukan Tempat Pemancingan”, namun tetap saja ada
orang yang sedang memancing di air keruh. Bahkan parahnya lagi, perahu nelayan
pun bisa melintas dijalur trans nasional, beriringan dengan pengguna jalan
lainnya seperti mobil dan motor.
Setiap tahun,
jalur Pantura membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk proses perbaikan dan
pemeliharaan. Proyek abadi Pantura ini berlangsung sejak pertama kali dibangun,
yakni pada masa penjajahan Belanda, namun hingga saat ini masih tetap
dipertahankan. Gagasan untuk “potong kompas” waktu pengiriman barang dari Jawa
Timur hingga Jakarta atau sebaliknya melalui moda transportasi kereta api jalur
ganda lintas selatan terus dikebut, sementara kereta api jalur ganda lintas
utara terlebih dahulu sudah beroperasi.
Banyak faktor
yang menyebabkan rusaknya ruas jalan disepanjang pantura, termasuk diantaranya
ketika memasuki musim penghujan. Gerusan air hujan mempercepat kerusakan badan
jalan, ditambah lagi dengan kendaraan besar yang melintas dengan tonase sangat
berat. Padahal batas maksimum tonase adalah 10 ton, namun akibat banyaknya
kendaraan proyek infrastruktur yang melintas (dengan tonase diatas 10 ton)
menyumbang kerusakan yang cukup berarti. Kontur tanah disepanjang bibir pantai
utara merupakan tanah yang fleksibel/ bergerak. Gerusan abrasi laut menyebabkan
kepadatan tanah disekitar jalur pantura menjadi mudah bergerak.
Setelah
ramai menjadi perbincangan didunia maya, Wisata Jeglongan Sewu mendadak muncul
diberbagai daerah seperti di Sragen, Jateng dan Lamtim (Lampung Timur).
“Fenomena” ini wajar muncul dipublik, mengingat kondisi jalan dihampir seluruh
pelosok tanah air saat ini sedang mengalami kerusakan akibat puncak musim
penghujan. Intensitas curah hujan yang cukup tinggi serta sampah yang menumpukmembuat
sungai disekitar wilayah tertentu meluap hingga ke jalan raya dan ke permukimam
warga. Banjir yang dulu identik dengan daerah dataran rendah, kini didataran
tinggi juga memiliki potensi yang sama
dalam menghadapi bencana banjir.
Dampak
yang ditimbulkan oleh rusaknya jalan raya memang sangat terasa, misalnya saja
dampak ekonomi. Waktu tempuh yang dibutuhkan kendaraan menjadi lebih lama jika tidak melalui Jalur
Pantura karena harus memutar dengan jarak yang cukup jauh. Biaya operasional
pun bengkak karena harus mengeluarkan biaya ekstra untuk bahan bakar. Anggaran pemerintah
yang seharusnya untuk pembangunan infrastruktur lainnya, harus “tersedot” untuk proyek revitalisasi
jalan raya. Jalan raya merupakan salah satu pendukung kelancaran roda ekonomi
suatu daerah, bahkan nasional. Produktivitas masyarakat bisa tersendat jika
dari sisi transportasi mengalami kendala. Parahnya jalan yang mengalami
kerusakan juga mengancam keselamatan dan nyawa pengguna jalan. Bahkan, jika
menyimak dibeberapai media, kecelakaan akibat rusaknya jalan poros yang
merenggut nyawa bisa dibilang cukup tinggi. Mayoritas korban kecelakaan adalah
pengendara motor karena kehilangan keseimbangan akibat “Jeglongan Sewu”.
Vandalisme Jalan Raya
Ada
hal menarik jika anda melintas dijalan raya Surabaya-Malang atau sebaliknya.
Akan sangat mudah dijumpai coretan dengan berbagai bentuk dan motifnya. Ada
yang berbentuk lingkaran, oval, kotak, atau tanda cross. Sepertinya penanggungjawab
dan pengelola jalan nasional mempunyai
“trik” baru untuk menandai bahwa jalan tersebut berlubang dan tidak layak untuk
dilintasi, terutama pengendara motor. Uniknya ada penanda yang berbentuk hati/
love. Aksi corat coret jalan ini merupakan lumrah terjadi akhir-akhir ini. Bahkan
sebagai penunjuk jalan untuk acara komunitas tertentu harus dilakukan dengan
corat-coret badan jalan. Apakah vandalisme jalan raya belum ada peraturan untuk
menjerat pelakunya? Selain mengurangi “keindahan” jalan, vandalisme juga bisa
membahayakan pengguna jalan, karena cukup mengganggu rambu marka jalan. Sudah
semestinya pihak yang berwenang mengambil tindakan tegas untuk memerangi
vandalisme jalanan.
Semoga
pemerintah segera melakukan langkah cepat untuk segera memperbaiki jalan rusak,
meskipun tambal sulam, harapannya bisa mengurangi angka kecelakaan yang
terjadi.
Komentar
Posting Komentar
Besongol.xyz