#AyoNaikBus
Diatas Bus Tentrem Malang Surabaya Nop 25,2018
Sudah beberapa kali menggunakan moda transportasi umum, setelah hampir sepuluh tahun "vaacum" dari hiruk pikuk penumpang. Maklum, "kuda besi" sudah menjadi kebutuhan pokok mayoritas masyarakat. Sepeda motor dan mobil pribadi masih menjadi primadona. Kemanapun dan kapanpun tujuannya, akan sangat mudah dijangkau. Meskipun secara materi, perbandingan pemakaian kendaraan umum dan pribadi bisa dibilang beda tipis (setipis tempe dan kartu ATM hehehe)
Untuk saat ini, negara berkembang, khususnya Indonesia, kendaraan pribadi masih menjadi primadona. Tak ayal, kemacetan terjadi dimana-mana, terutama kota besar dan kota-kota satelit disekitarnya. Tengok saja diwilayah Jawa Timur, dikota besar semacam Surabaya, hampir setiap hari macet, apalagi dijam-jam sibuk seperti pagi (berangkat kerja dan sekolah) dan sore menjelang petang (pulang). Parahnya, imbas kemacetan merembet hingga kota satelit seperti, Sidoarjo dan Gresik. Dikota udang, mulai jalan raya A.Yani (sekitaran bundaran Juanda) hingga Traffic Light Gedangan menjadi langganan macet setiap harinya. Volume kendaraan yang sangat padat tidak diimbangi dengan luasnya jalan protokol penghubung Surabaya dan Sidoarjo lah yang menjadi biang keroknya. Belum lagi jalan menuju Kota Pudak, Gresik dari dan menuju kota Pahlawan. Kemacetan terjadi hampir setiap hari, dan yang semakin membuat runyam adalah banyaknya kendaraan berat yang keluar masuk dari Depo maupun Pelabuhan. Belum lagi ditambah jalanan yang bergelombang akibat tingginya volume kendaraan extra berat yang melintas.
Fakta inilah yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah akan pentingnya kehadiran kendaraan umum yang nyaman, aman dan tepat waktu. Ditengah mobilisasi yang tinggi, dibutuhkan angkutan massal yang kompetitif. Serbuan kendaraan berbasis online sangat masif terjadi akhir-akhir ini. Keberadaan transportasi online yang semakin menjamur menjadi tantangan baru untuk tetap mempertahankan kendaraan konvensional yang ada saat ini. Mengapa demikian?
Pertama, kehadiran transportasi berbasis online tidak jauh berbeda dengan penggunaan mobil pribadi. Dalam hal kapasitas, kendaraan hanya mampu menampung maksimal 6 orang penumpang (bahkan ada yang maksimal hanya 4 orang). Sehingga bisa disimpulkan hanya akan menambah jumlah pengguna jalan raya yang ujung-ujungnya ikut berpartisipasi atas kemacetan yang terjadi.
Kedua, fakta bahwa kendaraan pribadi tak jarang yang dipakai untuk jasa antar jemput penumpang. Hal ini akan mempersulit angkutan konvensinal semacam angkot, angdes, bus dan MPU lainnya untuk berkembang. Secara ijin trayek, mereka sangat dirugikan dengan keberadaan angkutan online.
Ketiga, dari segi kapasitas penumpang, kendaraan jenis angkot dan angdes cukup mumpuni, bisa sampai dengan sepuluh orang (tergantung modifikasi kendaraan).
Keempat, dari sisi pemerataan pendapatan dan kontribusi pajak daerah, kendaraan konvensional cukup signifikan dan mudah dilacak. Sumbangsih terhadap pendapatan terminal juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Tengok saja fakta saat ini bahwa kendaraan online "ngetem" dibeberapa titik keramaian seperti mall, sekolahan dsb. yang tentu saja akan mengganggu estetika dan ketertiban jalan.
Itulah mengapa kendaraan umum konvensional perlu dipertahankan, akan tetapi perlu terobosan dan inovasi yang masif untuk mendorong masyarakat sadar dan mau menggunakan moda transportasi umum.
#tulisan ini hanya merupakan pendapat pribadi tanpa menyudutkan pihak manapun
Salam hangat untuk Anda #BusMania #AyoNaikBus #MassTransportation #Indonesia #MalangSurabaya
Diatas Bus Tentrem Malang Surabaya Nop 25,2018
Sudah beberapa kali menggunakan moda transportasi umum, setelah hampir sepuluh tahun "vaacum" dari hiruk pikuk penumpang. Maklum, "kuda besi" sudah menjadi kebutuhan pokok mayoritas masyarakat. Sepeda motor dan mobil pribadi masih menjadi primadona. Kemanapun dan kapanpun tujuannya, akan sangat mudah dijangkau. Meskipun secara materi, perbandingan pemakaian kendaraan umum dan pribadi bisa dibilang beda tipis (setipis tempe dan kartu ATM hehehe)
Untuk saat ini, negara berkembang, khususnya Indonesia, kendaraan pribadi masih menjadi primadona. Tak ayal, kemacetan terjadi dimana-mana, terutama kota besar dan kota-kota satelit disekitarnya. Tengok saja diwilayah Jawa Timur, dikota besar semacam Surabaya, hampir setiap hari macet, apalagi dijam-jam sibuk seperti pagi (berangkat kerja dan sekolah) dan sore menjelang petang (pulang). Parahnya, imbas kemacetan merembet hingga kota satelit seperti, Sidoarjo dan Gresik. Dikota udang, mulai jalan raya A.Yani (sekitaran bundaran Juanda) hingga Traffic Light Gedangan menjadi langganan macet setiap harinya. Volume kendaraan yang sangat padat tidak diimbangi dengan luasnya jalan protokol penghubung Surabaya dan Sidoarjo lah yang menjadi biang keroknya. Belum lagi jalan menuju Kota Pudak, Gresik dari dan menuju kota Pahlawan. Kemacetan terjadi hampir setiap hari, dan yang semakin membuat runyam adalah banyaknya kendaraan berat yang keluar masuk dari Depo maupun Pelabuhan. Belum lagi ditambah jalanan yang bergelombang akibat tingginya volume kendaraan extra berat yang melintas.
Fakta inilah yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah akan pentingnya kehadiran kendaraan umum yang nyaman, aman dan tepat waktu. Ditengah mobilisasi yang tinggi, dibutuhkan angkutan massal yang kompetitif. Serbuan kendaraan berbasis online sangat masif terjadi akhir-akhir ini. Keberadaan transportasi online yang semakin menjamur menjadi tantangan baru untuk tetap mempertahankan kendaraan konvensional yang ada saat ini. Mengapa demikian?
Pertama, kehadiran transportasi berbasis online tidak jauh berbeda dengan penggunaan mobil pribadi. Dalam hal kapasitas, kendaraan hanya mampu menampung maksimal 6 orang penumpang (bahkan ada yang maksimal hanya 4 orang). Sehingga bisa disimpulkan hanya akan menambah jumlah pengguna jalan raya yang ujung-ujungnya ikut berpartisipasi atas kemacetan yang terjadi.
Kedua, fakta bahwa kendaraan pribadi tak jarang yang dipakai untuk jasa antar jemput penumpang. Hal ini akan mempersulit angkutan konvensinal semacam angkot, angdes, bus dan MPU lainnya untuk berkembang. Secara ijin trayek, mereka sangat dirugikan dengan keberadaan angkutan online.
Ketiga, dari segi kapasitas penumpang, kendaraan jenis angkot dan angdes cukup mumpuni, bisa sampai dengan sepuluh orang (tergantung modifikasi kendaraan).
Keempat, dari sisi pemerataan pendapatan dan kontribusi pajak daerah, kendaraan konvensional cukup signifikan dan mudah dilacak. Sumbangsih terhadap pendapatan terminal juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Tengok saja fakta saat ini bahwa kendaraan online "ngetem" dibeberapa titik keramaian seperti mall, sekolahan dsb. yang tentu saja akan mengganggu estetika dan ketertiban jalan.
Itulah mengapa kendaraan umum konvensional perlu dipertahankan, akan tetapi perlu terobosan dan inovasi yang masif untuk mendorong masyarakat sadar dan mau menggunakan moda transportasi umum.
#tulisan ini hanya merupakan pendapat pribadi tanpa menyudutkan pihak manapun
Salam hangat untuk Anda #BusMania #AyoNaikBus #MassTransportation #Indonesia #MalangSurabaya
Komentar
Posting Komentar
Besongol.xyz