Covid 19, Mengubah Dunia!
Tahun 2020 baru saja terlewati, tahun "spesial" yang penuh tantangan bagi seluruh penghuni planet bumi. Semua berawal dari virus yang pertama kali diketahui menyebar diakhir tahun 2019, Covid 19. Ada banyak istilah dan singkatan dimasa pandemi ini. AKB (Adaptasi Kebiasaan Baru), 3M (Mencuci Tangan dengan Sabun, Menjaga Jarak dan Menggunakan Masker), Prokes (Protokol Kesehatan), COVID (Corona Virus Deaseases), OTG (Orang Tanpa Gejala) dan masih banyak istilah-istilah lainnya.
Perlahan tapi pasti, perilaku sosial masyarakat dunia berubah. Kekhawatiran dunia memang beralasan, virus corona jenis baru ini cukup berbahaya, terutama mereka yang pernah atau sedang mengidap permasalahan kesehatan bawaan/ komorbid. Corona dalam berbagai sumber dijelaskan bahwa bisa bermutasi dan menyerang organ-organ penting manusia, terutama saluran pernafasan.
Itulah sebabnya, mengapa untuk mengetahui seseorang terpapar corona atau tidak dengan cara metode SWAB/ usap yang diambil dari saluran pernafasan, seperti hidung dan tenggorokan. Untuk itu, bentuk pencegahan pertama adalah menggunakan masker. Memang tidak semua jenis masker tidak dapat digunakan untuk menangkal droplet dari suspect/ orang yang terpapar virus. Standar masker yang dihimbau pemerintah adalah masker bedah atau masker medis. Awalnya masker kain cukup populer dan sangat mudah didapat, dengan berbagai motif dan warna.
Keberadaan masker medis yang sangat sulit ditemukan dipasaran membuat harganya melambung tinggi. Sempat beredar dipasaran satu box masker dihargai hingga jutaan rupiah! Ya, ditengah kondisi sulit, masih ada saja oknum yang mengambil keuntungan berlipat. Oknum penimbun masker pun perlahan terkuak dan dijebloskan ke tahanan!
Sayangnya, hampir setahun berlalu, jumlah penderita positif corona dinegeri ini belum menunjukkan tanda-tanda penurunan. Kasus harian semakin melonjak dari hari ke hari. Rekor harian tertinggi terjadi diakhir tahun 2020. Pemerintah berdalih, peningkatan kasus harian yang terjadi karena imbas long weekend dan semakin longgarnya kepatuhan masyarakat terhadap prokes.
Walhasil, semula cuti bersama Hari Raya Idul Fitri digeser ke Desember 2020, namun karena jumlah kasusnya terus bertambah, pemerintah memutuskan untuk membatalkannya. Semula cuti bersama dimulai ditanggal 24 Desember 2020 hingga 03 Januari 2021, diubah menjadi 24-27 Desember 2020 dan 31 Desember 2020 hingga 3 Januari 2021. Tujuannya tak lain untuk mengurangi mobilitas masyarakat untuk berwisata dan keluar kota.
Disamping itu, pemerintah juga mendorong pelaku bisnis wisata untuk serius memperhatikan protokol kesehatan. Di Jawa Timur, primadona wisatawan seperti Kota Batu, Kota Malang dan Kabupaten Malang memberlakukan kebijakan berbeda. Kabupaten Malang memutuskan untuk menutup semua akses wisata. Sedangkan di Kota Malang dan Kota Batu, mewajibkan setiap calon wisatawan membawa hasil rapid test antigen dengan negatif covid 19.
Banyak pesan berantai yang disebarkan melalui media WhatsApp, ada juga yang sekedar dipasang distatus tentang syarat perjalanan wisata dikota yang akan dituju. Cara ini cukup efektif, namun pada kenyataannya, aturan ini cukup fleksibel dalam penerapannya. Terbukti ketika on the spot, calon wisatawan hanya diwajibkan untuk mengisi form survey, menunjukkan KTP dan mengukur suhu tubuh.
Miris memang ditengah situasi sulit seperti saat ini, pengelola wisata masih harus merogoh kocek untuk membayar gaji karyawan. Ekonomi yang sangat lesu ini membuat pelaku wisata cukup kelimpungan. Apalagi dengan konsep wisata mini zoo, jelas pengeluaran mereka dua kali lipat. Biaya pakan dan pemeliharaan harus tetap jalan demi keberlangsungan bisnis nya dimasa depan. Bahkan berwisata sambil beramal merupakan konsep yang cukup tepat untuk membantu kebutuhan hewan konservasi di tempat wisata.
Sayangnya, penerapan prokes tak berbanding lurus pada moda transportasi umum, seperti bus antarkota. Banyak yang abai akan kebutuhan penerapan prokes dimasa pandemi. Banyak diantara penumpang dan awak bus yang tidak menggunakan masker, layaknya tidak sedang terjadi pandemi. Kondisi ini sangat berbanding terbalik dengan berita di televisi tentang jumlah pengidap dan meninggal dunia akibat covid 19 yang semakin menanjak. Bukan hanya masker, jaga jarak pun tidak diterapkan. Ketersediaan hand sanitizer juga perlu diperhatikan. Seharusnya tim satgas covid bisa membaca keadaan tentang penegakan dan penerapan prokes yang mulai longgar. Misalkan dengan sidak rutin ke terminal dan fasilitas umum lainnya.
Longgarnya penerapan prokes mudah dijumpai di pelosok desa. Cukup mudah untuk bisa menilai mayoritas mereka menerapkan prokes atau tidak, amati ketika sedang ibadah Jumat. Apakah menerapkan jaga jarak, memakai masker dan mengukur suhu tubuh? Jika tidak, berarti prokes belum dijalankan. Seperti yang terjadi di kampung halaman. Mayoritas jama'ah tak mengindahkan himbauan pemerintah untuk selalu menjaga jarak dan menggunakan masker. Bahkan saking parahnya, jamaah yang memakai masker justru terlihat aneh! Bisa jadi mayoritas masyarakat didaerah masih belum percaya bahwa virus covid 19 ini benar-benar ada dan nyata masih berada disekitar kita. Ikhtiar harus tetap dilakukan untuk terhindar dari virus yang menggemparkan, covid 19.
Diatas Kereta Api Jayabaya, Malang - Jakarta
#KAI #KeretaApiIndonesia #Kereta #Sepur #KeretaApi #TahunBaru #NewYear #2021 #AyoMenulis #Menulis #Opini #Indonesia #BanggaIndonesia #Covid19 #Corona
Komentar
Posting Komentar
Besongol.xyz