Catatan Idul Fitri 1442 H
Sudah dua tahun perayaan Idul Fitri dengan rasa "berbeda", ya, sejak virus Corona melanda. Pelarangan mudik oleh pemerintah untuk memutus mata rantai penyebarannya juga menjadi penyebabnya. Himbauan pemerintah ini lantas menuai beragam pro dan kontra dimasyarakat. Banyak diantara kaum rantau yang berteriak lantang dan tegas menolak kebijakan pemerintah ini. Maklum, sudah dua kali lebaran tak bisa berkumpul sanak keluarga, khawatir dengan julukan baru, "Bang Toyib". Ancaman bagi pemudik yang nekad pulang kampung berupa sanksi putar balik hingga harus melakukan Isoman selama lima hari lamanya.
Pembatasan cukup ketat dilakukan, terbukti keberangkatan kereta api, bus dan pesawat distop jadwal regulernya selama masa pelarangan mudik 6 s.d 17 Mei 2021. Adapun jadwal keberangkatan kondisional untuk alasan tertentu alias pengecualian. Namun, bisa ditebak, persyaratan yang harus dipenuhi cukup "berat". Perjalanan kereta api jarak jauh (bukan aglomerasi), harus menunjukkan hasil rapid antigen negatif, surat dinas dari instansi (bagi yang melakukan perjalanan dinas), surat keterangan dari RT/ RW untuk pendampingan keluarga yang sedang melahirkan, keluarga meninggal atau sedang sakit, kondisi badan fit, tidak sedang batuk, pilek atau flu. Pun begitu kurang lebih dengan moda transportasi umum lainnya.
Tak sedikit diantara perantau yang berangkat mudik lebih awal sebelum dilarang. Terlihat dari peningkatan jumlah penumpang dibeberapa terminal bus dan stasiun. Kondisi ini cukup sigap direspon oleh pemerintah, yakni periode pengetatan sebelum periode pelarangan mudik, tepatnya seminggu sebelum tanggal 6 Mei 2021. Beberapa titik penyekatan dijalur mudik diperketat, diantaranya jalur penghubung DKI Jakarta dengan Jawa Barat dan jalur Pantura Jawa, termasuk jalur tikus yang biasa digunakan pemudik untuk melintas juga tak luput dari pantauan pemerintah.
Namun seketat apapun pantauan pemerintah kepada calon pemudik, masih ada celah bagi mereka yang punya "kemauan kuat" untuk mudik. Pelarangan mudik pemerintah cukup beralasan dan berkaca pada negara lainnya, India. Kondisi "mengerikan" terjadi di India setelah acara keagamaan yang melibatkan jutaan warga tanpa protokol kesehatan (prokes). Mereka berduyun-duyun datang ke kota perayaan Kumbh, tradisi mandi bersama di Sungai Gangga, sungai yang dianggap suci bagi pemeluk agama Hindu. Pasca perayaan, tsunami Covid 19 terjadi disana. Kasus positif harian dan kematian mengalami lonjakan yang sangat luar biasa. Bahkan fasilitas pelayanan kesehatan tak mampu menampung pasien. Sempat beredar video kondisi "tsunami covid" di India, horor dan menakutkan. Semoga negeri ini terhindar dari hal serupa, aamiin!
Ada hal menarik ketika membandingkan penerapan prokes di Ibukota vs Kampung Halaman
1. Himbauan akan menunda mudik terpasang cukup jelas ketika memasuki fasum, seperti terminal dan gang masuk kampung, begitu juga di Jakarta
2. Spanduk penerapan prokes sangat mudah dijumpai di area publik, hal serupa juga ada di Jakarta.
3. Setiap warga yang bekerja diluar daerah (terutama di Jakarta) didata oleh perangkat desa untuk kemudian dilaporkan ke Babinsa setempat dan jika pulang kampung wajib menunjukkan hasil rapid antigen.
4. Penerapan prokes di kampung bisa dibilang cukup longgar alias kurang. Masih banyak diantara warga tak menerapkan 5M. Sebagian dari mereka bahkan tak percaya Covid itu ada dan nyata (meskipun faktanya sempat ada yang terinfeksi, cluster pabrik). Sedangkan di ibukota, penerapan prokes sangat ketat.
5. Paradigma yang ada dimasyarakat kampung, jika sakit yang bergejala mirip Covid, jangan pernah dibawa ke RS, karena akan berbuah petaka. Kenapa? Karena sudah menjadi rahasia umum, beberapa warga yang sakit "biasa" dirawat sesuai protokol Covid. Bahkan ada yang meninggal karena kecelakaan kerja, pemakamannya menggunakan protokol Covid!
6. Area publik seperti pertokoan, tempat ibadah dan fasum lainnya cukup sadar akan pentingnya penerapan prokes. Mereka menyediakan tempat cuci tangan sebelum masuk dan menempatkan hand sanitizer dibeberapa titik "rawan".
7. Landainya angka penularan Covid di daerah bisa jadi karena tingkat mobilitas penduduknya yang cukup rendah jika dibanding Jakarta, termasuk "tamu asing" yang silih berganti masuk ke Ibukota, sehingga positif rate Jakarta tinggi.
Semoga kita semua selalu diberikan kesehatan dan selalu dalam lindungan-Nya, aamiin!
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1442 H, Mohon Maaf Lahir dan Batin 🙏
#IdulFitri #HariRayaIdulFitri #EidMubarak #1Syawal1442H #MaafkanLahirBatin #Bermaafan
Komentar
Posting Komentar
Besongol.xyz