Sepenggal Cerita Buruh Dasian, SCBD

"Bagaimana rasanya berkantor di sini?"tanyaku
"Di SCBD sih ramah di mata, tapi mepet di dompet" jawab temanku sembari tertawa terbahak-bahak. Seketika suasana petjah senja itu. Hampir sebulan "berkantor" di kawasan yang katanya elit, SCBD, membuat kami beradaptasi kembali, meskipun jaraknya hanya beberapa kilometer dari kantor lama, kawasan Blok M.

Setahunan yang lalu, SCBD sempat menjadi trending topic di media sosial, twitter, hashtag SCBD, jauh sebelum Bonge dan pemuda Citayam viral dengan CFW, Citayam Fashion Week-nya.

Selain dikenal sebagai "pusatnya" Jakarta Selatan, SCBD juga identik dengan "kemewahan". Gedung tinggi pencakar langit saling berhimpitan, pusat perbelanjaan dengan label go international, hingga restoran mewah kelas dunia, ada di sini.

Namun siapa sangka, ada hal unik yang menarik untuk dikulik!

Fakta bahwa tak semua pekerja adalah "karyawan" dengan jabatan mentereng dan gaji setinggi langit, juga cukup banyak di sini, SCBD. Dibalik penampilan kece dan perlente, ada gengsi yang tersembunyi. Terkadang label bekerja di kawasan elit, membuat sejumlah pekerja di sini menyesuaikan diri terhadap penampilan.

Mungkin mereka adalah pengagum pepatah Jawa, "Ajining diri soko lathi, ajining rogo soko busono", bisa jadi!

Menyelam diantara karyawan kantoran yang seperti itu, membuat hati ingin tersenyum, ternyata sama saja! Parkir di kolong jembatan kegelapan dan makan di perkampungan, ah sial! Gumamku.

Tak semua gedung menyediakan kantong parkir untuk motor, kalau pun ada, harganya cukup mahal, tarifnya per jam, kalau mau murah? Ya silahkan ambil yang berlangganan, bayarnya tiga bulan di depan, hampir sejutaan.

Entah ini solusi atau memanfaatkan situasi, yang jelas banyak motor parkir di sini, parkir di kolong jembatan, sebelah Electronic City, Eci. Di Jakarta, parkir resmi cukup banyak, meskipun bisa dibilang kurang layak, yang penting ada rambu parkir. Dipinggir jalanan pun cukup mudah dijumpai. Motor kehujanan, kepanasan tak jadi mengapa, yang penting murah.

Parkir di kolong adalah pilihan yang tepat untuk pekerja harian, cukup rogoh kocek sepuluh ribu rupiah, anda bisa parkir motor sepuasnya (asal jangan inap, ada charge tambahan). Panjang lorong sekira 300 meteran, dengan lebar sekitar 30 meter. Muat untuk empat baris motor. Sisi kanan dan kiri satu motor, dan ditengah berdempetan dua motor.

Uniknya parkir di sini adalah mirip goa. Karena posisinya underground dan memanjang. Tak perlu khawatir kehujanaan dan kepanasan, namun yang perlu diwaspadai adalah kebanjiran! Tak ada hujan saja, beberapa titik tergenang. Pencahayaan yang temaram membuat suasananya mirip di kedalaman goa, kekuningan sinarnya.

Ribuan motor terparkir di sini setiap harinya. Apakah ini parkir resmi? Entahlah. Seharusnya pengelola kawasan SCBD juga memperhatikan kepentingan parkir para pemotor dengan tarif yang murah, bukan hitungan per jam. Jika dihitung dengan tarif normal, rata-rata biaya parkir motor sehari bisa mencapai tiga puluh ribu rupiah! 

Asumsi dalam sebulan 25 hari kerja, anggaran biaya parkir diangka Rp.750.000,- bandingkan dengan parkir di kolong kegelapan, cuma Rp. 250.000, tapi jauh dari kata layak. 

Mau makan? Tinggal tunggu pesanan datang! Mungkin iklan itu cocok untuk para big bos dengan gaji tanpa seri. Tinggal nyalakan aplikasi, goyang jempol kanan dan kiri, makanan sudah siap saji. Berbeda dengan pekerja dengan gaji pas-pasan. Mereka harus putar otak untuk sekedar membeli makanan.

Kalau pun ada yang murah, bukan di area gedung sekitaran. Idola para karyawan di sini ada di parkiran FX Mall atau di belakang Summitmas. Dan dua tempat itu sempat ku coba. Di FX Mall harganya memang cukup terjangkau tapi penjualnya bisa dihitung jari, ditambah lagi tempatnya cukup panas dan engap, maklum di area parkir mobil. Selepas makan, dijamin sauna gratis, panas!

Tempat favorit berikutnya adalah Summitmas. Meskipun secara letak tak menyatu dengan gedung Summitmas, namun pekerja di sini terlanjur akrab dengan sebutan itu. Letak persisnya adalah di Jalan Senapati Dalam Gang II, tuh kan kepanjangan? he.he.he.

Satu hal yang terlintas dipikiran, ternyata ada perkampungan yang "hilang". Kawasan yang ber-Kelurahan Senayan ini tersembunyi diantara gedung-gedung tinggi nan megah. Kontradiktif dengan keadaan dibaliknya! Jauh dari kata mewah, kampung ini juga memiliki masjid yang di seberangnya ada galian tanah, proyek pengembang sebelah sepertinya.

Ada baliho yang menempel di sisi jalan, posisinya setinggi dada, ditembok pembatas gedung sebelah, nama-nama pejabat di kampung tersebut. Sekilas banyak di emban oleh anggota kepolisian

Jadi ingat lirik maestro Iwan Fals yang berjudul, Serakahnya Kota.

"Didepan masjid, samping rumah wakil Pak LurahTempat dulu kami bermain, mengisi cerahnya hariNamun, sebentar lagi angkuh tembok pabrik berdiriSatu per satu sahabat pergi dan takkan pernah kembali"

Dari sini saya mulai paham, bahwa setiap lirik yang beliau tulis benar adanya, tentang kota yang sebenarnya, tak hanya di Jakarta, tapi di desa-desa yang berusaha meng-kota-kan dirinya.

Ku perhatikan setiap sudut yang ku lewati. Menoleh ke kanan ke kiri, maklum baru pertama kali ke sini. Banyak warung di sisi kanan jalan, rumahan. Beranekaragam menu makanan. 

Belum lagi pedagang dadakan yang mencari peruntungan, menggelar lapak disepanjang jalan. Ramai, riuh, kepanasan. Hiruk pikuk, lalu lalang pekerja sedang mencari makan siang adalah pemandangan lumrah ditengah terik matahari, tujuannya satu, harga murah perut kenyang! Summitmas tak hanya idola mas-mas SCBD, tapi semua yang berkantong setara, setara UMK, ah canda!😅

Menariknya di kawasan Sudirman Central Busines District ini memiliki trotoar yang cukup ramah bagi pejalan kaki. Selain lebar, cukup banyak taman dan pepohonan. Available untuk sekedar jogging dan jalan santai. Menikmati senja di Jakarta, ya di SCBD aja!!!

Sudah dulu ah, kopi panas ku mulai dingin. Terima kasih atensinya. Semua yang saya tulis hanya sudut pandang pribadi. *Disclaimer on

#SCBD #SENAYAN #JAKARTA #JAKSEL #JAKARTASELATAN #AMAZINGJAKARTA #JAKARTAKOTAKOLABORASI #WONDERFULJAKARTA #IBUKOTA











Komentar

Postingan populer dari blog ini

Namanya Abadi, tapi (tak) Dapat Ditinggali

Ranting Pena

[2nd Day] SILO Mentality, Growth or Fixed?