S-T-A-R cara yang tepat atasi emosi

Jakarta adalah kota yang multikultural. Berbagai suku berkumpul di kota ini. Tentu saja dengan segala perbedaan, termasuk bahasa, adat istiadat atau kebiasaan. Dengan tingkat kepadatan penduduk terbesar di Indonesia, Jakarta selalu sibuk dan tiada hentinya.

Untuk menjangkau tempat yang tak terlalu jauh saja, dibutuhkan berjam-jam lamanya. Jalanan dimodifikasi sedemikian rupa, tetap saja tak mampu menampung jumlah kendaraan yang ada, apalagi di jam sibuk, macetnya warrrrr byaaasaaahhh!

Kata teman, kalau sudah di Jakarta, apalagi di jalan, kudu sabar dan tawakal. Banyak pengendara yang grusa-grusu mengejar waktu. Ada juga yang ngebut, agar isi dompet tak cemberut. Pelan asal sampai tujuan??!! Juga tak sedikit.

Ditambah lagi komunitas jaket ijo yang tumbuh subur bak jamur. Menambah kemeriahan jalanan Ibukota. Ibarat taman, Jakarta adalah bunga yang sedang mekar-mekarnya, dan dikerubuti berbagai macam serangga. Terlalu mempesona!♥️♥️♥️

Dengan mobilitas yang sangat tinggi (dibanding kota lainnya di Indonesia), hal ini berdampak pada kondisi sosial di masyarakat, "tensi"nya pun meninggi! Sehingga perlu "resep" khusus untuk mengatasinya.

Saya nukil dari buku Filosofi Teras, karya Hendry Manampiring, ada beberapa faktor yang membuat "emosi" kita meledak, yakni persepsi! Setiap kejadian yang ada di dunia ini, adalah netral. Artinya bisa disikapi dengan lapang dada, atau kepalang tanggung. Pilihan ada di masing individu.

Beliau memberikan tips dan trik untuk mengelola emosi, salah satunya ketika menghadapi jalanan yang sangat macet. Tak jarang kita nggerundel bin ngomel, ketika ditengah perjalanan, tiba-tiba kendaraan hanya melaju 10 km/ jam, dan cenderung parkir di jalanan. 

Belum lagi kita mengejar waktu untuk bekerja atau ada janji dengan rekan bisnis, yang ada, hewan se-kebun binatang keluar semua, stress dan marah pada keadaan. Saat itulah teori S-T-A-R ini layak dipraktekkan!

STAR ini akronim dari Stop, Think, Assess and Respond

1. STOP

Stop atau berhenti, adalah tahap pertama untuk tetap menjadi waras dan sadar akan pentingnya pengendalian emosi. Berhentilah sesaat dan ambillah nafas kemudian keluarkan perlahan untuk memberi ruang akal berpikir sejenak. Berhenti dari emosi yang meledak-ledak memang bukan hal mudah, tapi setidaknya berusaha untuk berpikir logis menyikapi setiap kejadian dengan baik merupakan solusi terbaik.

2. THINK

Think atau berpikir. Ketika pembakaran emosi mulai mendingin, berpikirlah sejenak menggunakan akal sehat. Baik atau buruk, untung atau rugi, besar atau kecil, setiap tindakan perlu pemikiran yang brilian untuk mengambil keputusan. Sugesti positif terhadap kejadian sepahit apa pun akan mampu dihadapi seseorang ketika mengombinasikan emosi, ilmu dan akal.

3. ASSESS

ASSESS atau jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, menilai atau mengukur sesuatu dengan cara mengevaluasi, mengestimasi, menilai nilai atau kualitas, atau penting tidaknya sesuatu. Pada tahap ini rasionalitas dan logika akan membantu mengambil keputusan serta tindakan.

4. RESPOND

RESPOND atau reaksi. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa setiap kejadian itu netral, maka menyikapi kondisi tak enak sekali pun harus tetap selow dan kalem. Kombinasi ketiga langkah di atas, akan menghasilkan reaksi atau respon. Ada aksi, ada reaksi, begitu kira-kira.

Contoh: 

Kita berencana pergi ke luar kota untuk dinas. Sesampainya di bandara, tiba-tiba dari pengeras suara diumumkan bahwa keberangkatan pesawat tertunda akibat kendala teknis, sedangkan, kita sudah membuat janji dengan rekan bisnis.

Menghadapi situasi ini, kita tak perlu panik dan menggumam. Berpikir sejenak, tentang apa yang bisa kita lakukan tanpa membuang waktu dengan emosi membuncah, karena hal tersebut terjadi diluar kendali kita. Sambil menunggu pengumuman lebih lanjut, ada baiknya kita menghubungi rekan bisnis yang sudah ada janji dengan kita.

Berikutnya adalah mengevaluasi diri atas kejadian tersebut. Artinya harus ada solusi atau way out, misalnya waktu keberangkatan yang tak terlalu mepet, atau ganti maskapai yang lebih akuntabel dan tepat waktu. 

Jika semua perencanaan tersebut telah matang, tinggal menunggu realisasi dilapangan. Prinsip ini dalam filosofi teras disebut dikotomi kendali!

Segala sesuatu yang datang diluar kendali, kita hanya bisa menerimanya. Sedangkan yang datangnya dari diri kita sendiri, setidaknya ada persiapan yang matang, agar langkah dan tujuan kita bisa tercapai. Pun kalau rencana kita gagal, setidaknya kekecewaan itu tak terlalu dalam, karena usaha kita yang telah maksimal!

INGAT!!!

Bunga kan mekar, meski kemarau melanda (lirik lagu dangdut 😅)

Sruput lagi kopinya, keburu dingin!!

Salam satu negeri, Indonesia 🇲🇨





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Namanya Abadi, tapi (tak) Dapat Ditinggali

Ranting Pena

[2nd Day] SILO Mentality, Growth or Fixed?