[2nd Day] SILO Mentality, Growth or Fixed?
"Sebagai komite, kalian harus all out, saling bahu membahu, membantu satu sama lain" timpal Pak Ketum usai acara welcome dinner dan barbeque time kepada beberapa teman yang mungkin masih asyik terbawa suasana. Mereka sepertinya lupa ada hal yang harus dikerjakan seusai acara. Ya, menjadi panitia dan sekaligus peserta menjadi tantangan tersendiri, terlebih hawa di LGE sangat mendukung untuk mager, sejuk!
Persiapan yang cukup singkat dan padatnya pekerjaan menjadi beban ganda bagi panitia. Setiap resiko pasti ada, termasuk pekerjaan yang sedikit terganggu, namun bagi kami, hal itu lumrah dan pasti bisa diselesaikan. Waktu dan tenaga ekstra memang dibutuhkan, tapi yakinlah bahwa semua itu akan berakhir dengan manis!
Lelah? iya! Bete, pasti ada! Kecewa, enggak terlalu sih. Beban? sudah pasti. Perasaan itu tentu berkecamuk dalam pikiran panitia, tapi semua ini amanah, tak semua orang dapat kesempatan yang sama. Seluruh tim layak mendapatkan apresiasi yang luar biasa! Menjadi event organizer dadakan bak tahu bulat bukan perkara mudah!
Semua terbayar ketika hari-H!!!
Semangat pantang menyerah, begitu kira-kira kata yang pas untuk panitia. Malam menjelang acara, beberapa komite tampak sibuk menyiapkan venue untuk acara besok, Jum'at, 23 Februari 2024.
Dari tata acara, kegiatan workshop esok hari, full day alias padat! Start dari pukul 08:30 dan berakhir hingga digelarnya gala dinner, pukul 20:30. Tentu saja tak hanya full serius, ada sesi untuk games dan team building.
Tibalah saatnya acara inti! Rasa kantuk sisa begadang semalam masih ada, namun semua itu terkalahkan dengan rasa antusias yang membara. Tak ada wajah cemberut, raut muka kawan-kawan pagi itu berbinar-binar. Diawali dengan sarapan pagi, kami bergegas untuk mengisi energi.
Sinar matahari belum muncul sempurna, temaram, saya mencoba menilik area seputaran LGE. Suara kokok semalam membuat penasaran, beruntungnya, pagi itu suara yang sama kami dapati. Sumber suara tak jauh dari kamar, perlahan ku dekati, ternyata dari deretan kandang aviari yang berada di lereng bukit di atas blok kamar kami.
Dan benar saja, ternyata suara nyegugong itu bersumber dari kandang Burung Merak! Ada beberapa ekor merak di kandang, berwarna-warni lengkap dengan informasi jenis merak dan habitatnya, mirip di TMR! π
Jarum jam masih menunjukkan pukul 06:30, tampaknya beberapa kawan sudah pada curi start, berkeliling menikmati keheningan dan udara sejuk lereng Gunung Salak. Wajah sumringah begitu lekat. Dari foto yang di share, tampak pemandangan khas, ada sawah, bukit, dan deretan pegunungan di belakangnya. Cuaca pagi itu terbilang cerah, meskipun ada sedikit awan mendung.
Tanpa terasa jam telah menunjukkan 08:20, kami harus segera berkumpul di arena hall utama LGE, tempat gelaran workshop berlangsung. Kabarnya, orang nomor satu di company, akan turut hadir mengisi acara, sekaligus membuka workshop pagi ini.
Dari informasi yang disebar melalui grup WhatsApp, kami diwajibkan membawa komputer jinjing atau laptop. Apakah kami tetap disuruh bekerja?π
Molor sepuluh menit dari jadwal semula, akhirnya acara pun dimulai! Dibuka oleh host sekaligus ketua panitia, kami disapa dengan jargon dan tema workshop tahun ini! Think beyond, bring more value! We aim higher! Tampak host berusaha memompa semangat para peserta workshop. Susunan acara pun dibacakan hingga selesai.
Tibalah acara pembukaan!
Open speech oleh CEO kami menjadi pemandangan berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Baru pertama kali ini, selama workshop saya ikuti, CEO turut hadir dalam acara. Tentu saja ini menjadi angin segar bagi kami, sebagai panitia dan juga peserta.
Dalam sambutannya, beliau memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya atas performance finance team selama setahun belakangan. Workshop diadakan sebagai "bonus" atas kerja keras dan dedikasi terhadap perusahaan. Proyek migrasi sistem, pencapaian cash flow dan masih banyak hal lain yang menurut beliau layak dijadikan semangat untuk menjadi lebih baik.
Dalam sambutannya, ada empat hal yang perlu dimiliki oleh seseorang, baik sebagai pribadi maupun sebagai pekerja:
1. Bekerja dengan hati
Bekerja di suatu institusi atau perusahaan, diperlukan sense of belonging atau rasa memiliki. Kenapa? Karena sumber rejeki yang kita peroleh berasal dari tempat kita bekerja. Ibarat sumur, perusahaan adalah sumber airnya. Tanpa disadari, jika apa yang kita lakukan dalam bekerja akan berdampak langsung pada diri pribadi dan perusahaan.
Bekerja dengan hati akan membawa dampak positif, karena melakukan hal apapun tanpa disertai niat dan ketulusan dari dalam, hasilnya tidak akan maksimal. Kerjakan sesuatu dengan baik, maka hasilnya pun akan baik pula.
Mengeluh itu manusiawi, tapi jangan berlarut, capek juga pasti ada, tapi jangan pernah putus asa!
2. Berpikir sebelum berbicara dan bertindak
Kata-kata ini sangat sering didengar, bahkan sudah lumrah jadi guyonan ketika saya remaja. "Dadi wong ojo sukur njeplak ae lek ngomong!" (translate: Jadi orang jangan asal ngomong). Kalau milenial bilang, Asbun atau asal bunyi.
Kata-kata ini mirip dengan dengan peribahasa bidal atau satire, "Tong kosong nyaring bunyinya". Segala sesuatu perlu dipikirkan sebelum berbicara. Mengingat cukup krusial, karena merupakan inti dari komunikasi verbal.
Mulutmu harimaumu! Jaga lisan, jaga perkataan.
3. Komunikasi
Pada poin ini beliau memaparkan tentang pentingnya komunikasi. Komunikasi secara verbal dan non verbal. Komunikasi verbal atau langsung menjadi top urgent ketika pengambilan keputusan diperlukan tanpa menunggu waktu lama.
Beliau menceritakan tentang pengalamannya ketika undangan meeting tidak dibaca oleh salah satu koleganya, padahal agenda saat itu cukup penting. Beruntungnya beliau paham betul dengan rekan kerjanya itu, jarang membuka email! Akhirnya pada hari H, beliau mencoba menghubunginya, dan benar saja, pesan elektronik tak dibaca!
Bukan berarti komunikasi non verbal via email tak penting, namun follow up secara langsung by phone tak kalah penting. Harus paham skala prioritas dan urgensinya. Secara jejak digital, email adalah bukti valid dalam komunikasi, jadi keduanya (email dan percakapan) harus berjalan beriringan.
Komunikasi adalah kunci! Jadi jagalah komunikasi sesama rekan kerja dengan maksimal!
4. Menemukan solusi atas masalah dan
Bekerja tak melulu tentang benar dan salah, namun diperlukan solusi ketika ada suatu kesalahan. Kesalahan bukan akhir dari segalanya, jadi tak perlu menyembunyikan masalah.
Taruhlah masalahmu di atas meja, begitu wejangan beliau saat itu. Ibarat kata, masalah itu kotoran yang harus dibersihkan, bukan disimpan dan disembunyikan. Dari kesalahan kita bisa melakukan evaluasi sekaligus menemukan solusi. Ketika otak terasa "buntu" akan solusi, coba bicarakan dengan teman atau atasan, siapa tau rekan kerja atau manager Anda bisa memberikan way out atas permasalahan yang ada?
Tak ada satu masalah pun yang tak ada jalan keluarnya! Life is never flat π
5. Inovasi
Bertahan pada kondisi yang sama dalam jangka waktu tertentu, akan membuat diri Anda nyaman dengan keadaan. Saat itulah kebanyakan orang mulai lengah. Lengah akan diikuti tindakan gegabah yang bisa berujung masalah. Setiap tindakan adalah mata rantai dalam suatu organisasi, termasuk dunia kerja.
Berhenti berinovasi berarti Anda harus siap untuk kalah dalam persaingan. Kompetisi dalam dunia bisnis tak akan pernah habis, mereka akan saling berlomba untuk mengambil hati pelanggan. Produk serupa di pasar mungkin banyak, namun nilai tambah menjadi senjata. Misalkan saja after sales service, atau team lapangan yang cekatan dalam menanggapi komplain atau masalah.
Inovasi dan diferensiasi produk bisa menjadi bargain di pasar. Persaingan bisnis semakin sengit, segmentasi pasar tetap, sementara jumlah pemain bertambah banyak, apa yang terjadi? persaingan harga dan kualitas untuk menarik pembeli. Berangkat dari kondisi inilah, perusahaan harus berinovasi. Inovasi tiada henti!
Tanpa terasa sambutan CEO kami satu jam lamanya. Beliau berpesan kepada seluruh peserta, untuk mengikuti dan menikmati acara workshop. Tak hanya untuk menimba ilmu, tapi juga menjalin kekompakan agar team tetap solid dalam kondisi apapun. Angpao cetio keluar dari kocek pribadi, untuk seluruh peserta workshop, lumayan buat nambah budget hadiah!π
SILO Mentality
"Apa itu Silo Mentality?" tiba-tiba presenter melemparkan pertanyaan ke audience. Saya hanya terperanjat mendengar istilah tersebut. Hari itu baru pertama kali mengetahui bahwa ada istilah silo mentality.
Saya yang penasaran semakin serius mendengar setiap penjelasan pembawa materi. Dan beruntung ada teman yang bisa menjawabnya. Saat itu handphone ada digenggaman, hanya saja pikiran ini fokus ke tema presentasi pertama di workshop kali ini.
Saya sempat bergumam, silo, setahu saya silo itu istilah yang familiar. Mengarah pada tabung dengan ukuran raksasa, yang biasanya berada pada industri tertentu, bisa pabrik makanan olahan atau industri bahan bangunan. Tapi apa korelasinya ya dengan mentality? hmmmm.. menarik untuk disimak.
Perlahan presenter mulai menjelaskan apa itu silo mentality, ciri orang yang memiliki mentalitas ini, dampak dari silo mentality, kemudian bagaimana untuk mengatasinya?
Dari definisi yang dijelaskan, ada dua kata berkorelasi, silo dan mentality. Ternyata ada hubungannya lho, silo tabung dan silo mentality! kok bisa??????
Silo ini digambarkan sebagai divisi atau departemen tertentu dalam sebuah perusahaan. Umumnya departemen yang ada di perusahaan itu meliputi, operation team, HRGA, team sales dan admin, finance and accounting, purchasing, IT Support dan masih banyak istilah lainnya. Ibarat tabung, masing-masing departemen ini adalah silo-nya. Tak terbayangkan sebelumnya!π
Sedangkan mentality atau mentalitas ini adalah pola pikir yakni suatu sekumpulan keyakinan yang membentuk dan membangun cara berpikir untuk memahami dunia dan diri sendiri (Carol Dweck
dalam bukunya Mindset).
Bahasa sederhananya antar divisi atau departemen ini terkotak-kotak, padahal dalam satu organisasi yang sama. Keengganan untuk berbagi dan berkolaborasi dalam satu wadah perusahaan, menjadi tantangan ketika silo mentality ini bertumbuh.
Apa dampaknya bagi perusahaan? Diantaranya kompetisi yang intens dan tidak sehat, tidak melihat secara luas tentang dampak atas sebuah masalah, terkurasnya waktu dan tenaga (tidak efisien), mengurangi akuntabilitas atau tanggung jawab sebagai profesional, tidak adanya rasa memiliki dan ketidakmampuan untuk merespon tantangan. Tentu ini hanya sebagian kecil dampak yang ditimbulkan.
Jika itu terjadi dalam skala yang masif, tidak menutup kemungkinan sebuah organisasi maupun perusahaan akan ambruk dan collapse! Ibarat kapal, semua departemen ini dalam satu perjalanan. Tentu saja kapal mempunyai tujuan.
Apakah setiap perjalanan akan mudah? tentu tidak! pasti ada hambatan dan obstacle yang harus dihadapi bersama. Apa jadinya jika setiap departemen mementingkan kepentingannya sendiri? Kapal bocor, mereka pura-pura tidak tahu, dampaknya? Kapal karam! dan semua tidak akan sampai pada tujuan! Begitulah kira-kira gambarannya.
Dari materi yang disampaikan cukup detail dan mendalam, sehingga mudah untuk dipahami. Audience juga diajak memahami, apakah diantara kami mengidap "penyakit" ini? Apa sih ciri orang yang mempunyai mentalitas ini?
Diantara kata-kata yang sering kita dengar ketika berinteraksi dengan sesama rekan kerja, "Ini bukan area saya, jadi silahkan kamu bertanya pada si Anu departemen itu", "Ini kan masalah di departemen mu, jadi kamu saja yang menyelesaikannya", atau "Kerjaan sudah menumpuk, jangan terlalu ikut campur urusan departemen lain".
Kata-kata defense seperti itu yang membuat sebuah masalah terbengkalai tak selesai. Kebanyakan dari kita, tak mau mencari root cause dari sebuah permasalahan, dengan alasan pekerjaan masih berjibun. Ya, itulah organisasi, ada saatnya pasang surut. Namun yang perlu digarisbawahi bahwa perusahaan punya goals yang harus dicapai. Ingat!!! secapek apapun Anda bekerja, akhir bulan Anda akan menerima upah! π
Lalu bagaimana cara mengatasinya? Cukup mudah! Berubah! Ketika Anda sadar bahwa mentalitas ini sudah mewabah, maka jalan satu-satunya ya berubah. Awali dari diri pribadi, bahwa SM ini membawa dampak buruk terhadap organisasi. Jika terjadi sesuatu pada perusahaan, dampaknya akan langsung ke diri Anda.
Growth Mindset vs Fix Mindset
Dari pemaparan presentasi pertama, cukup berhubungan erat dengan penyampaian materi kedua di workshop ini. Kebetulan buku Mindset karya Carol Dweck sudah pernah saya baca, jadi tinggal mengikuti dan mencoba mengingat memori tentang mindset ini.
Menariknya presenter kedua ini menggunakan kartun Mojo dalam menjelaskan isi materinya, sehingga cukup gampang untuk dicerna. Bagaimana Mojo ini digambarkan? Yuk kita simak!
Awalnya Mojo ini seorang anak yang terhitung pandai dalam kelas. Dia jago dalam matematika, tak ayal nilai Mojo selalu bagus dalam bidang studi ini. Mojo kemudian berpuas diri dengan capaian prestasi ini, hingga lupa bahwa ilmu itu terus berkembang.
Sampai pada saatnya dia mulai enggan mempelajari hal baru. Disaat itu pula prestasi Mojo terus merosot π
Sanjungan dan pujian membuat dia nyaman. Tanpa belajar pun dia merasa sudah bisa semua. Itulah petaka berawal! Dia mulai frustasi karena tidak bisa mengikuti pelajaran yang disampaikan gurunya. Akhirnya dia memilih keluar dari sekolah karena tekanan untuk berprestasi semakin kencang. Mojo mulai mengidap fixed mindset.
Dia hanya bisa bersedih dan meratapi nasib, tanpa mau berusaha untuk memperbaiki dirinya. Larut dalam kesedihan membuat mojo semakin terpinggirkan dari lingkungan. Beruntung, kondisi itu tak bertahan lama. Mojo terus berusaha bertanya pada dirinya sendiri, hampir setiap malam dia tak bisa tidur!!!
Hingga suatu malam, Dia tersadar bahwa punya teman baik yang biasanya menjadi ajang curhatnya. Mojo bermimpi bertemu Kate. Keesokan harinya, Mojo berinisiatif mengunjungi sang teman. Dia menceritakan semua permasalahannya, berharap menemukan solusi. Satu langkah maju untuk Mojo.
Sang Teman yang mulai paham problem Mojo, kemudian menyarankan ke Clara, seorang neuroscientist. Di hari berikutnya mereka berdua pergi ke salah seorang pintar itu. Mojo mengutarakan maksud dan tujuannya. Orang pintar itu kemudian memberikan motivasi dan tantangan kepada Mojo. Penjelasan Clara cukup clear, bahwa otak manusia itu terdiri dari neuro atau muatan listrik yang berhubungan satu sama lain.
Otak ini mirip otot, semakin diasah maka dia akan semakin kuat. Dengan rangsangan dan hal baru, otot dituntut untuk bekerja keras memecahkan masalah, dan menurut dokter Clara ini bagus untuk perkembangan. Juga sebaliknya, jika otak tidak dimanfaatkan secara maksimal, maka dia akan cenderung stagnan, dampaknya akan berpengaruh terhadap daya ingat dan intelegensi individu.
Pantas saja ada istilah senam otak π€£
Lantas apa hubungannya dengan silo mentality?
Kata kunci dari orang yang "mengidap" silo mentality ini masuk kategori fixed atau growth mindset terletak pada kemauan seseorang untuk mengubah dan memperbaiki diri. Jika silo mentality ini dapat merugikan diri sendiri dan organisasi atau perusahaan, sudah selayaknya untuk membuang mentalitas itu. Dalam hidup, siapa yang mau merugi?π
Jika mau berubah dan berbenah, maka individu itu bisa dikatakan mempunyai cara berpikir yang bertumbuh atau growth mindset, pun sebaliknya.
Dunia sudah pasti berubah, dan Anda harus bersiap menghadapinya.
Berpuas diri adalah cara terbaik untuk jauh tertinggal di gelanggang!
Foto istimewa: Workshop ITS Finance |
Kerennnn....begitu detail pemaparannya Ran...saluttttπ...
BalasHapusmengingatkan kembali tema pada saat workshop ttg growth mindset....belajar terus tanpa melihat umur, karna tidak ada kata telat untuk belajar...dan otak juga terbiasa aktif dan berstimulus....dan ini bisa berefek disaat kita tua nanti...menurut dokter...semakin kamu banyak belajar, semakin kamu dijauhkan dari kepikunan dimasa tua nanti
rutam nuwus Buπ
BalasHapus