Dobleh
Genap tiga hari Dobleh “perang dingin” dengan teman sekelasnya. Termasuk pagi ini, dia datang dengan muka masam. Alisnya yang mirip celurit itu sekarang lebih seperti anak panah yang siap meluncur ke sasaran tembak. Tubuhnya yang gempal, tampak begitu nyata, karena pagi ini dia sengaja “psywar” di kelas.
Semua bermula ketika kepala sekolah memutuskan untuk mengajak seluruh pengurus kelas, termasuk ketua dan wakilnya, serta pembantu-pembantunya seperti bendahara dan sekretaris. Acara makan-makan yang biasa diselenggarakan setahun sekali, untuk merayakan malam pergantian tahun. Namun, apa daya, Dobleh tak ada di daftar tamu undangan, persis di tanggal tiga puluh satu Desember yang kurang dua hari lagi.
Dobleh memang tak memiliki “posisi strategis” di kelas. Dia hanya berperan sebagai pembantu umum. Berbekal tubuhnya yang tinggi besar, dia menjadi andalan teman-temannya di kala suka dan duka. Bahkan, terkadang wali kelas dan kepala sekolah tak sungkan meminta tolong padanya.
Setiap ada acara apapun di sekolahan, dia selalu aktif. Sebut saja peringatan hari besar agama dan gelaran nasional. Agustusan misalnya, setiap tahun, namanya selalu terpampang di mading sekolah, itulah yang membuat dirinya bangga, dikenal oleh adik kelas maupun kakak kelas, bahkan dewan guru dan wali murid. Posisinya pun cukup krusial, seksi perlengkapan dan konsumsi!
Pernah suatu saat, dia harus rela bermalam di kelas, hanya untuk menyelesaikan tugasnya bersama rekan lainnya membuat dekor kelas. Lomba yang diadakan rutin setiap tahun. Masa-masa itulah yang paling berat yang harus ia rasakan. Membantu dekorasi kelas sendiri, ditambah beban pula mendekorasi seisi sekolah, diantaranya ruang guru dan ruang kepala sekolah.
Dobleh salah satu contoh panutan yang tiada tanding. Loyalitas dan totalitasnya tak perlu diragukan. Setiap tugas yang diamanatkan ke dia, selalu dia kerjakan dengan sepenuh hati. Membagi waktu antara kepentingan sekolah, urusan pribadi, dan keperluan berorganisasi bukan perkara yang mudah, namun berkat kemauannya yang keras, dia bisa menyeimbangkannya!
Tak ada upah yang dibayarkan kepadanya, tapi bagi Dobleh itu bukan masalah. Baginya, membantu banyak orang adalah ibadah, termasuk teman-teman dan dewan guru di sekolah. Dia tak ubahnya pahlawan bagi rekan seusianya. Pernah satu waktu, ketika liga sepak bola antar sekolah terjadi tawuran, dia adalah tameng pertama yang akan maju, di barisan paling depan!
Dia tak menyerang, hanya berusaha melerai pertikaian, bukan sekali atau dua kali, dia terlampau sering menjadi pelerai di setiap ajang adu gengsi sekolahan. Memang ukuran badannya yang bongsor membuat dia sedikit menonjol dibanding teman sekelasnya. Dia bukan sosok pemberani, tetapi bijak. Bahkan, cenderung pendiam, bukan periang.
Tak banyak bicara, begitu kata teman-temannya. Sekalinya berbicara, langsung menjadi pusat perhatian. Nada suaranya berbanding terbalik dengan badannya yang kekar, kecil, mirip suara kuda yang sedang meringkik. Bagi orang yang baru mengenalnya, bisa saja spontan terbahak-bahak mendengar suara Dobleh! Ah sialan.. Hahahaha
Jagal terbaik yang dipunya sekolah ketika Idul Adha, ya Dobleh, selain tentunya tukang jagal profesional lainnya. Dia selalu ditugaskan oleh panitia penyembelihan hewan qurban sebagai “penjagal” dadakan. Dia tampak fasih memperhatikan gerak-gerik hewan memamah biak itu. Maklum, di rumahnya ada puluhan kambing yang dipelihara oleh kakeknya. Posisi kuda-kuda dengan tambang yang terlilit di tangannya yang berotot, membuat hewan kurban “mati kutu” melawan Dobleh.
Dia hampir saja terkapar akibat sepakan maut sapi kurban di Idul Adha tahun sebelumnya. Tali tambang yang dia tarik untuk merobohkan sapi, terlepas begitu saja. Tampaknya, petugas kurang rapat memasang. Dobleh yang berada di posisi kaki belakang, sontak terkejut, seketika kaki sapi berukuran jumbo sumbangan Bupati itu menyepak ke arah Dobleh. Beruntung, bapak jagal pro berhasil menarik Dobleh di waktu yang tepat. Jika tidak, tinjuan setara dengan beban lima ratus kilo, mendarat di wajahnya!
Aktivitas Dobleh di sekolah memang tak melulu tentang belajar ilmu bumi, matematika, agama, dan ilmu eksakta lainnya, dia aktif berorganisasi, sebut saja OSIS (Akr: Organisasi Siswa Intra Sekolah). Jika musim penerimaan siswa baru, dia selalu dijadikan anggota komite inti. Merangkap sebagai sie perlengkapan dan kesehatan siswa.
Latihan dasar kepemimpinan adalah agenda yang setiap tahun diadakan oleh OSIS. Dobleh merasa lega, jika acara dilangsungkan di lingkungan sekolah, karena tak perlu bersusah payah menyiapkan peralatan yang dibutuhkan. Simpel, seperti kotak P3K, tandu, bekal makanan dan minuman, tak harus naik turun truk. Tak perlu bekerja keras lah, begitu Dobleh pernah curhat ke salah satu rekannya di OSIS.
Dobleh yang kenyang makan asam garam di OSIS, pernah berpartisipasi dan menjadi seksi kesehatan, ketika LDK diselenggarakan di salah satu tempat wisata di daerah pegunungan, kawasan air terjun. Tempat ini sudah familiar baginya, karena hampir setiap event, entah di sekolah atau di kampung, terbiasa hang out ke situ. Disamping tak terlalu jauh, tiket masuknya ramah di kantong. Apalagi organisasi setingkat sekolah, anggarannya terbatas, tipis kalau kata Dobleh. Pola budget ketat dimulai sejak kepala sekolah baru, memimpin di institusi pendidikan di tempatnya.
Saking ketatnya, menurut pengurus OSIS, cenderung konservatif alias medit. Bahkan untuk keperluan minum saja, lebih memilih ambil air sumber daripada membeli air isi ulang. Dobleh pernah mengajukan diri untuk membeli sepuluh galon air siap minum untuk keperluan acara pensi, namun hanya di setujui lima galon. Dobleh hanya bisa melongo, dan karena panitia penyelenggara sudah tau akan habis lebih dari lima galon, sisanya mereka patungan untuk membeli air!
Selain konservatif, Ibu kepala sekolah yang baru ini dikenal perfeksionis. Baru sebulan memimpin, dia membuat gebrakan! Gerakan mempercantik sekolah. Siswa, dewan guru, dan staff sekolah diharapkan proaktif mengikuti program ini. Selain sedap dipandang, sekolah akan terlihat lebih rapi dan nyaman untuk ditinggali. Sehingga penghuni sekolah, betah menjalani aktivitas di sekolahan.
Ibu kepala sekolah juga menggaris bawahi, bahwa untuk menjadi sekolah yang cantik, tak perlu biaya! Alias gratis, tak ada anggaran untuk memoles sekolah. Sejak saat itu gunjingan demi gunjingan deras mengalir. Satu kata yang pantas untuk Ibu kepala sekolah, kontroversial! Bahkan untuk keperluan sekolah saja, dia sangat berhemat.
“Mungkin dia belum paham, ada harga, ada rupa” celoteh seorang guru. “Mau cantik, ga ada uang buat beli bedak, parfum dan gincu, mana bisa” sahut guru lainnya. “Mau cantik nggak modal! Ya akhirnya jadi peminta-minta”. “Ini namanya memanfaatkan guru, murid dan seisi sekolah” dan ribuan omongan bergulir di lingkungan sekolah.
Dobleh tak pernah kehilangan momentum untuk “mencuri perhatian” kepala sekolah ini. Dia bahkan rela membawa beberapa tanaman hias dari rumahnya untuk di tanam di taman di depan ruang kelasnya. Pupuk kompos hasil jerih payahnya sendiri ada sekitar lima karung, dan itu cukup untuk menanam pohon di lima taman di depan kelas! Effort-nya tak pernah padam, jiwa sosialnya jangan disepelekan.
Kecewa
Dobleh sedikit kehilangan semangat setelah mendengar kepala sekolah tidak mengundangnya acara makan-makan di sekolah. Makan malam yang sedianya rutin ia ikuti, untuk tahun ini resmi terhenti. Dasar Dobleh yang pendiam, dia tak pernah sekalipun bertanya ke sesama temannya yang turut diundang oleh pemimpin tertinggi sekolahnya. Dia hanya memendam rasa kecewanya seorang diri.
Dia tak habis pikir, pengorbanan yang dia lakukan selama ini tak bernilai di mata Ibu Kepala Sekolah. Walaupun dia berada diluar jangkauan organisasi, setidaknya dia bisa diundang dari jalur khusus, jika mau. Dobleh kali ini cukup menjaga jarak. Antusiasnya turut meredup mendengar berita yang kurang mengenakkan itu. Dia masih terus mencoba memahami, apa kesalahannya sampai-sampai dia bukan menjadi bagian dari tamu yang diundang di malam tahun baruan.
Tiga malam ini dia susah tidur, memikirkan undangan yang menurut dia, mungkin saja sengaja tak disampaikan padanya karena sewot dan iri dengannya. Atau memang kepala sekolah benar-benar tak ingat akan jasa-jasanya. Semua kata tanya hampir lengkap berkecamuk dalam hatinya. Dobleh memang pendiam, dan tertutup, termasuk ke lingkungan keluarganya. Sepulang sekolah, dia hanya menghabiskan waktu di kamar. Sesekali bermain game, sisanya, merenung tentang undangan itu.
Kekecewaan itu semakin mendalam, ketika ketua kelas berdiskusi tepat di depan matanya, tentang rencana mereka untuk membuat acara tahun baruan lebih meriah di rumah kepala sekolah. Rupanya ada unsur kesengajaan untuk memancing emosinya. Teman dan kepala sekolahnya ternyata setali tiga uang, tak ada rasa empati! Sambil menggebrak meja, Dobleh berlalu keluar ruang kelas. Spontan, ketua kelas dan “pembantu” nya terkejut dengan sikap Dobleh yang tak biasa itu.
Ketika keluar dari kelas, dia mendapati wali kelasnya dan beberapa dewan guru sedang mengobrol dengan kepala sekolah di depan salah satu kelas. Tampaknya guru-guru tadi keluar disaat jam pelajaran usai dan kebetulan ibu kepala sekolah sedang sidak ke lapangan. Dari jauh, Dobleh mengamati gerak gerik guru yang menjadi lawan bicara kepala sekolah. Mereka tampak tak terlalu luwes, sedikit ada rasa canggung yang menghinggapi. Tak ada tawa, hanya menggeleng, mengangguk, dan komat kamit mulut.
Tak lama, perbincangan usai. Dobleh sengaja berjalan ke arah ibu kepala sekolah. “Dobleh, sini kamu” panggil ibu kepala sekolah dengan nada bossy. Dobleh yang memang sedari awal sudah getem-getem, hanya melengos mendengar panggilan itu. Emang aku kacungmu, yang bisa kau manfaatkan saat kau butuh. Tidak! Gumamnya dalam hati. Dia tetap berlalu tanpa menghiraukannya lagi.
Sadar
Kekecewaan demi kekecewaan membuat dirinya semakin capek, bukan saja dengan dirinya sendiri, tapi dengan lingkungan sekitar. Ini juga akan berdampak buruk baginya jika berlarut-larut dalam kesedihan. Dampak fisiknya juga mulai kentara, gampang capek. Emosinya yang meledak-ledak mendukung itu. Energi terbuang begitu saja, hanya untuk satu acara, malam pergantian tahun.
Toh masih banyak acara-acara lainnya. Dia mulai berpikir jernih. Urusan kepala sekolah tidak mengundangnya itu hak dia, bukan kesalahannya juga. Terlebih dia memiliki waktu lebih dan tak terlalu capek mengikuti event kepala sekolah. Semuanya tentang pilihan.
Memilih untuk tidak memikirkan undangan yang tak penting, adalah sebuah pilihan. Dia sadar, setiap pilihan itu selalu diikuti rasa tanggung jawab. Bahkan ketika dia melengos ketika dipanggil kepala sekolah tadi pagi, adalah juga buah dari pilihan dia sendiri. Dia tidak bisa mengendalikan kepala sekolah, pun sebaliknya. Setidaknya, Dobleh bertanggung jawab atas dirinya sendiri.
Mengendalikan diri sendiri jauh lebih penting, karena memang area itu yang bisa dia sentuh dan maintain. Tak perlu susah-susah memaksa orang lain untuk selalu se-ide dan sejalan dengannya. Dia ingat apa kata guru BK (akr: Bimbingan Konseling)
“Kesalahan dan penyesalan itu masa lalu (past tense), sedangkan tanggung jawab, adalah masa depan yang harus dipersiapkan dengan baik (future) ”
Dobleh mengangguk-anggukkan kepalanya sendiri di atas loteng rumahnya, bersamaan dengan itu, atraksi kembang api yang luar biasa sedang berlangsung. Kopi dan gorengan bikinan ibunya, menemani malam tahun baru yang meriah, setidaknya di hati dan pikirannya sendiri, tanpa konfrontasi dari kepala sekolahnya. Dobleh terhanyut dalam malam yang tak pernah ingkar janji, menyajikan sunyi, keheningan dan kedamaian.
Ilustrasi menggunakan Canva: kemeriahan perayaan tahun baru |
Komentar
Posting Komentar
Besongol.xyz