Angon
Cuaca lagi dingin-dinginnya, curah hujan yang tinggi di tambah angin cukup kencang, membuat pohon pisang dan beberapa ranting pohon dengan batang yang rapuh, tampak tak berdaya. Berguguran. Sapuan angin itu juga memporak porandakan tanaman padi yang mulai menguning. Beruntung tak satupun hewan ternak Panjul jadi korban terjangan angin sore itu.
Kondisi cuaca memang tak menentu ditengah musim pancaroba, kadang panasnya menyengat, sejurus kemudian hujan turun dan petir menyambar. Situasi pelik tahunan ini sudah betul-betul dipahami Panjul, maklum dengan beranekaragam hewan ternak, membuat dia harus jeli membaca “petunjuk alam”.
Ayam, kambing, bebek dan juga lele adalah mata pencaharian bagi Panjul. Dari keempatnya, hanya ayam dan bebek lah yang menjadi andalannya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Telur-telur yang dihasilkan dari hasil ternaknya itu memang tak menentu, tapi setidaknya bisa menyokong ekonominya dan keluarga.
Ayam kampung yang dilepas liarkan masih menjadi primadonanya. Hanya berbekal bekatul dan sebidang lahan di belakang rumahnya, sudah lebih dari cukup untuk berkembang biak dan bertelur. Syukur-syukur kalau ada sumbangan nasi sisa dari tetangga. Dia memang sengaja membiarkan ayam-ayam itu beranak pinak secara alami, tak perlu vaksin dan inseminasi, seperti halnya ayam ras yang “dimodifikasi” agar maksimal menghasilkan telur.
Seperti musim panen saat ini. Telur ayam kampung hasil produksinya sangat diburu oleh petani di desanya, apalagi kalau bukan buat jamu. Kebiasaan penduduk kampung jika lelah melanda, ya ramuan leluhur yang di konsumsi, kunyit, madu dan kuning telur ayam kampung. Selain bau anyir yang minim, kuning telur hasil ternak milik Panjul, cukup manjur untuk memulihkan stamina yang lagi ndlosor alias pegel-pegel.
Lain halnya dengan peliharaan yang satunya, bebek. Bebek ini termasuk hewan ternak yang spesial dalam hal perawatannya. Selain karena jumlahnya yang ratusan ekor, bebek termasuk hewan yang “moody”. Aku baru tau tentang hal ini ketika Panjul menceritakannya padaku saat sedang asyik angon hewan berbulu coklat ini. Itulah kenapa memelihara bebek, adalah ide yang cukup berat dan menguras tenaga!
Panjul yang sudah hampir setahun lamanya merawat bebek, tampaknya begitu antusias untuk mempelajari seluk beluk hewan yang jago baris berbaris ini. Tak hanya mencari informasi dari tetangga, atau mentornya, dia juga secara otodidak mengamati karakteristik dari hewan yang bernama lain itik ini. Tak hanya bekatul, makanan suplemen dan vitamin harus dijaga agar bebek tetap produktif.
Sebut saja konsentrat. Makanan dengan kandungan protein tinggi ini wajib dipenuhi, jika tidak hasil telurnya akan memble, jauh dari ekspektasi. Tapi menurut Panjul, mengandalkan makanan pabrikan saja tidak cukup, selain harganya mahal, ketersediaan di toko juga sangat minim, tak terlalu banyak. Jadilah dia bereksplorasi makanan pelengkap untuk unggas-unggas itu.
Sejak kecil, Panjul memang paling jago untuk mengurus berbagai hewan, entah itu kecil atau besar. Tak pernah sekalipun aku mendapati hewan yang dipeliharanya mati, yang paling sering ya hilang. Ulah manusia terampil. “Bakat” itu muncul dari ayahnya yang memang pencinta binatang. Mungkin dari situlah dia banyak belajar. Sudah jodoh, begitu orang menyebutnya.
Oia, Panjul adalah sahabatku sejak kecil. Bagiku dia seperti saudara ku sendiri, meskipun usia kami terpaut dua tahun. Usia Panjul di atasku. Meskipun begitu, aku dan Panjul sama-sama sekolah di madrasah tsanawiyah, yang letaknya tak jauh dari kampung. Biasanya kami mengandalkan sepeda angin untuk berangkat ke sekolah. Namun, tak jarang berjalan kaki. Menyusuri jalan setapak, di antara sawah yang terhampar.
Panjul adalah putra seorang karyawan swasta yang baru saja dibebaskan tugaskan dari tanggung jawab pekerjaan, karena dianggap melawan manajemen. Aku dengar selentingan, bapaknya dianggap provokator atas demo yang berlangsung di lingkungan pabrik tempatnya bekerja. Panjul anak sulung dari empat bersaudara. Sebagai kakak tertua, dia memikul tanggung jawab yang berat, untuk mendidik dan mengawasi adik-adiknya. Meskipun, adiknya, Deki, hanya beda satu tahun. Dua adik berikutnya cewek, kembar. Usianya masih balita.
Kata orang Jawa, kalau anak laki-laki, usianya sepantaran, apalagi cowok, akan susah untuk akur. Dan itu benar adanya. Panjul dan Deki terbukti tak pernah sejalan dan sependapat satu sama lain. Karakter dan perangai Deki, berbanding terbalik dengan kakaknya, Panjul. Sifat Deki masih kekanak-kanakan dan manja. Teledor dan masih tak paham dengan tanggung jawab. Dari situlah, Bapak dan Ibunya, mengandalkan Panjul untuk bekerja sama, termasuk mengurus semua hewan peliharaan.
Angon
Rutinitas yang harus dijalani Panjul tak ringan. Selepas pulang sekolah, dia harus menggembala bebek. Tak peduli hujan atau panas, dia harus menerobos segala cuaca. Jika ada acara sekolah yang harus mengambil jamnya untuk bepergian ke sawah untuk angon, seringkali dia membawa bekal makan siang. Ibunya sangat paham dengan situasi seperti itu. Tanpa komando pun, Ibunya sangat siap apa yang harus dilakukan untuk anaknya, Panjul.
Ada yang khas dari seragam kebesaran Panjul saat angon bebek, gala dan caping. Berikut lengkap dengan tas tenteng yang biasanya berisi perbekalan dan kantong plastik. Meskipun baru setahun menekuni profesi peternak bebek, Panjul tak canggung mengarahkan ratusan bebek itu agar mengikuti kemauannya. Gala dengan suwiran tali rafia di ujungnya itu, adalah “stir” untuk mengubah arah rombongan hewan berbulu coklat. Sementara caping yang melekat di kepalanya cukup untuk meredam panas dan tetesan air hujan. “Gak Angon, Gak Mangan” begitu tulisan berwarna hitam, melingkar di capingnya.
Panjul sangat antusias ketika memasuki musim panen seperti ini. Dia tak perlu berpikir keras dan memutar otak, kemana dia harus memanjakan pasukan unggasnya. Tak perlu jauh-jauh untuk mendapatkan kolam renang untuk bebeknya ngasin. Tempat favorit Panjul ya di sekitar sumber mata air, dahaga akan sangat mudah diatasi ketika datang melanda. Tinggal masukkan plastik, air murni dari alam cukup nikmat membasahi tenggorokannya.
Plastik yang dibawanya multifungsi, tak hanya untuk kemasan air minum, plastik bening ukuran tanggung itu, bisa jadi tampungan telur bebek, kala angon di sawah. Ya, dia sering mendapati bebeknya bertelur di sawah bekas panen. Butuh mata yang jeli, karena biasanya terpendam dalam lumpur, dan lagi, telur-telur itu ada diantara onggokan sisa jerami.
Aku memang tak sering menemani Panjul untuk menggembala bebek. Namun, setiap kali bergabung dengannya, banyak hal baru yang kudapatkan tentang dunia peternakan, termasuk cara Panjul menggenjot produksi telur bebeknya. Sekali dayung dua tiga pulau terlampaui.
Saluran irigasi, terutama untuk mengairi sawah, adalah habitat favorit bagi yuyu alias kepiting air tawar. Selain merupakan hama bagi padi yang baru ditanam, hewan yang mampu hidup di dua alam ini ternyata menyimpan protein yang dibutuhkan bebek. Selain untuk memperkuat cangkang telur, yuyu bisa menjadi booster untuk produksi telur. Panjul biasanya membawa ember bekas biskuit dan satu zak kosong ukuran beras setengah kwintal!
Yuyu dan kangkung adalah kombinasi sempurna untuk menunjang produktivitas telur bebek. Selain mudah di dapat, ketersediaan pakan “gratis” ini mampu mengurangi biaya rutin untuk pakan bebeknya. Kreativitasnya memang patut diacungi jempol. Berkat kegigihannya, sedikit banyak, dia mampu membantu perekonomian kedua orang tuanya yang sedang sulit.
Bagi Panjul, angon tak hanya tentang mengasihi sesama makhluk hidup (red: bebek), tapi waktu yang tepat dan terbaik untuk belajar memahami alam. Dia yakin, kelak akan menjadi orang yang bermanfaat bagi sesama, minimal bagi keluarga tercinta dan orang terdekat. Dari angon-lah dia punya banyak inspirasi, inovasi dan motivasi.
Setidaknya ia mampu mengendalikan ratusan bebeknya, sebelum menghadapi puluhan orang. Belajar bijak dari hewan, begitu ungkapnya. Manusia memang terlahir sempurna, tapi dengan catatan, ketika hati dan pikirannya selaras dengan alam. Alam bekerja untuk manusia, pun begitu juga manusia. Berhenti berkarya berarti menyalahi kodrat alam. Aku hanya manggut-manggut mendengar “ceramah” dari Panjul, tanpa sedikitpun menyela.
Picture made with Laboratorium Animasi by Canva |
Komentar
Posting Komentar
Besongol.xyz