Bali The Last Paradise

Hari pertama, langsung gas. Tak kendor sedikitpun meski mata terasa berat. Kantuk melanda sebagian peserta. Efek berangkat dini hari, bahkan rombongan flight pertama (jam 05:00) sudah stand by di bandara Soetta sejak pukul 03:00 dini hari! Hebat bukan? Ya, peserta harus berada di titik kumpul sesuai arahan dari travel agent dua jam sebelum pesawat lepas landas. Hal ini untuk mempermudah baik panitia, agen perjalanan dan peserta koordinasi, dan pastinya tak ketinggalan pesawat! 

Berangkat di pagi buta memang tak mudah bagi sebagian peserta (termasuk saya pribadi hehehe). Dibutuhkan kemauan, semangat dan tekad yang luar biasa untuk bangkit dari tempat tidur, bersih badan alias mandi dan gosok gigi, jangan lupa pakai baju dan semprot parfum yang wangi! 😂

Beruntung itinerary sudah di share komite dari jauh hari. Jadi tak perlu bingung dan bimbang, bawaan yang “wajib” dibawa pada saat workshop berlangsung pun sudah lengkap diinformasikan, termasuk kebutuhan pribadi seperti obat-obatan, payung, topi dan sandal. Namun tetap saja harus mengestimasi barang bawaan atau bagasi, ya gak sih? 

Saya kebagian jadwal terbang pukul setengah tujuh, artinya harus sudah berada di Soetta jam setengah lima alias 04:30 waktu Subuh. Perjalanan pagi di Jakarta itu memang terasa beda. Jalanan masih sepi. Start keluar rumah sekitar jam 03:15, untuk kemudian saling jemput menjemput, estafet, sesuai kesepakatan kami bertiga. Dari sini pun kita bisa mengambil pelajaran, kolaborasi dan komunikasi itu nyata dan diperlukan, bahkan untuk keperluan pribadi sekalipun hehehe

Beruntung perkiraan dan perhitungan kami presisi, tepat pukul 04:28, kami sudah sampai di terminal 3, gate 4. Pemandangan di Soetta berbanding terbalik dengan kondisi jalanan yang kami lalui, cukup ramai, padat dan untuk menurunkan penumpang pun, kami harus rela antri! Dalam benak saya bergumam, seperti ada “kehidupan lain” di Soetta. Sepagi itu kondisinya cukup meriah, bagaimana kalau memasuki jam sibuk? Kenapa seramai ini? Padahal bandara ini nonstop alias beroperasi dua puluh empat jam, pertanyaan itu melintas begitu saja di kepala. 

Sesuai informasi yang kami peroleh dari travel agent, kami berkumpul di titik yang sudah ditentukan. Saya yang menjadi koordinator untuk kelompok terbang (akr: kloter) grup dua, sedikit terkejut tentang perubahan mendadak untuk titik kumpulnya. Maklum, saya tak tahu sama sekali seluk beluk Bandara Soekarno Hatta ini. Beruntung setelah sampai di Soetta, ternyata pergeseran titik kumpul tak terlalu jauh, bahkan masih bisa terlihat. Kalau ada yang ngumpul di titik kumpul semula, ya tinggal lambaikan tangan saja, hei kita pindah ke sini! Hehehe

Dua jam menunggu di bandara bukan waktu yang singkat, namun rasa bosan itu kalah dengan rasa senang dan takjub dengan Soetta. Mau dibilang mirip wong ndeso atau katrok, ya silahkan saja, toh itu hak masing-masing orang. Saya mengamati setiap sudut bandara Soetta. Modernisasi sarana dan prasarananya memang cukup luar biasa. Travelator, Buggy Car, Skuter Matic, hingga SkyTrans ada di bandara kebanggaan Indonesia ini. Konektivitas antar moda transportasi publiknya layak diacungi jempol! 

Beruntung pagi itu cuaca cukup cerah, sehingga bisa menikmati sunrise di Soetta, tentu saja ditemani pemandangan pesawat yang hilir mudik setiap menit. Waktu tunggu dua jam pun berjalan begitu cepat, seolah tak cukup waktu sehari untuk eksplore setiap sudut bandara yang masuk ke wilayah Provinsi Banten ini. 

Tak terasa, detik, menit dan jam berlari cepat, tibalah waktunya boarding di gate 25. Tepat pukul 06:15, kloter 2 melakukan check in dan boarding, untuk kemudian diangkut menggunakan bus bandara ke hanggar pesawat terparkir. Dari titik kumpul awal, jaraknya mencapai hampir satu kilometer. Gate 25 ini berada di pojok bandara, untungnya masih ada gate 26 yang menjadi pintu terakhir untuk keberangkatan pesawat domestik hahaha. 

Terbang ke Pulau Seribu Pura

Beruntung di dalam pesawat, seluruh peserta yang tergabung di kloter 2, berkumpul dalam satu tempat, jadi bisa dengan mudah memantau sekaligus meng-absen. Tiga deret kursi pun penuh dengan rombongan kami. Seperti pada umumnya di pesawat, kru kabin menjelaskan standar keamanan dan keselamatan selama dalam penerbangan. Saya masih ingat betul nama pilot TransNusa yang membawa kami melayang di angkasa, Capt. Pilot Romi Widianto. 

Waktu tempuh Jakarta Denpasar kurang lebih satu jam setengah. Selama perjalanan, saya begitu antusias melihat keluar, disamping cuacanya yang cerah, posisi duduk saya juga mendukung, dekat dengan jendela dan sayap. Tetiba ide untuk menulis pun datang. Meskipun sebenarnya untuk mengurangi rasa tegang dan kebosanan hehehehe

Ketika pilot menginformasikan akan segera landing, awan tebal menyelimuti langit Denpasar, cuaca yang sedari tadi cerah, berubah menjadi gelap. Sepertinya pesawat sedang menerobos gumpalan awan. Beberapa menit pemandangan yang ada di balik jendela hanya putih, penuh kabut awan. Goncangan juga sedikit mewarnai ketika pesawat berusaha landing. Sejurus kemudian, pemandangan hijau nan segar, berkawan dengan birunya air laut, sebentar lagi menyentuh landasan bandara, batinku. 

Benar saja, lintasan yang ada di sekitar Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai ini masih terlihat basah. Dari informasi Bli Ode, tour guide kami, hampir setiap hari Pulau Dewata diguyur hujan. Infonya pantai di area Jimbaran, tempat kami menginap, sedang kotor-kotornya. Sampah berserak di mana-mana. Bahkan, masih kata Bli Ode, Pemprov Bali sampai menerjunkan escavator dan kendaraan berat lainnya untuk mengatasi sampah ini. 

Tak sampai satu jam, kami akhirnya sampai di hotel venue workshop selama tiga hari ke depan, Jimbaran Bay Beach Hotel. Dari rundown acara yang sudah di publish, hari pertama ini akan ada makan siang di hotel, sembari menunggu check in. Beruntung cuaca cerah, dengan angin laut juga cukup kencang. Perut kosong pun semakin meronta, begitu ada aba-aba, “silahkan lunch teman-teman”, tanpa pikir panjang dan rasa sungkan, peserta workshop langsung sigap menuju restoran. 

Masakan tradisional Bali langsung tersaji di depan mata, terutama sambal mentahnya yang terkenal hau cek alias lezat. Ketika perut kosong, rasa menjadi nomor dua, setuju kan? Hehehe. Western food? Juga ada loh! Secara ini Bali guys, kota yang mendunia. Wisatawan asing cukup banyak di hotel tempat kami menginap. Di terik yang panas ketika makan siang pun, para turis asing asyik berjemur di kolam renang. Sungguh pemandangan yang tak biasa! 😂

Workshop Activity

Acara inti pun dimulai. Pembukaan acara diawali dengan opening speech oleh CEO kami. Berbeda dengan workshop tahun lalu, di gelaran workshop 2025 ini beliau mengirimkan videonya yang diambil dari Sao Paulo, Brazil. Beliau berhalangan hadir karena bersamaan dengan kunjungan kerja ke kotanya Luis Nazario de Lima alias Ronaldo, legenda pesepakbola dunia. 

Dan ada juga video spesial dari CEO Asia Pacific. Pesan dan kesannya cukup mendalam, termasuk salah satu yang saya ingat adalah bekerja lah dengan bahagia dan rasa gembira, seperti workshop yang sedang Anda jalani saat ini. Jangan berangkat bekerja dengan kepala tertunduk tanpa semangat. Hadapi hari-hari yang penuh tantangan ini dengan sikap positif. Ya, sesuai dengan tagline Workshop Finance & IT 2025, Go Beyond Turning Challenges Into Wins! Bukan hanya mengubah tantangan menjadi peluang, tapi pemenang! 

Baru mulai acara tema yang dibawakan oleh presenter pertama, sudah keren banget. Temanya ringan, namun sering dialami oleh sebagian orang, termasuk mungkin saya pribadi. How to conquer fear??? Judul yang cukup menarik dan “provokatif”. Memang bisa rasa takut ditaklukkan? Bukankah takut itu hal yang manusiawi? 

Rasa takut adalah salah satu bentuk emosi. Dan emosi itu ibarat rambu lalu lintas yang membantu individu untuk mengambil keputusan. Apakah dia akan “menuruti” rasa takut, ataukah dia akan diam, tak menanggapi rasa takut itu sendiri, atau seseorang akan melawan ketakutan yang mereka rasakan? Ya, emosi (red: rasa takut) bukanlah final result, takut adalah bentuk respon tubuh terhadap suatu objek. Bisa disebabkan oleh takut dengan benda, perkataan/ancaman atau situasi tertentu. 

Video yang ditampilkan untuk menganalogikan ketakutan itu sendiri cukup bagus. Dikisahkan seekor anak burung yang mulai belajar untuk mencari makan sendiri. Beranjak dewasa, sang ibu mulai enggan menyuapi si anak burung tadi. Mereka digambarkan hidup di tepi laut, dengan ilalang yang cukup lebat. Di sanalah mereka tinggal. Karena “kelaparan” si anak burung ini mulai berani keluar “rumah”, bersaing untuk mendapatkan kerang laut di antara puluhan burung lainnya. Dia sedang melawan ketakutannya sendiri terhadap ombak laut yang bisa saja menggulungnya kapan pun. 

Awalnya dia berani mencobanya sendiri, mencari makan di tepi laut. Sayangnya, beberapa kali mencoba, beberapa kali itu pula dia tergulung ombak. Akhirnya dia mulai berpikir, larut dalam ketakutan dengan resiko mati, atau mencari jalan keluar, agar mampu mencari makanan sendiri. Ya, persaingan di dunia memang seperti itu. Si Anak burung ini akhirnya seolah mendapat “petunjuk alam”, ketika puncak usahanya sudah mentok. Keluarga keong yang terdiri dari bapak, ibu dan anak, pergi mencari makanan bersama. 

Si Anak burung itu penasaran, si Anak Keong dengan pede melangkah ke tepian laut. Burung pun mengekor di belakang keluarga keong. Hingga pada satu waktu, tiba-tiba ombak menggulung keluarga keong, si Anak burung melihat teknik bertahan hidup dan menghindari sapuan ombak laut. Si Burung kecil itu pun meniru apa yang dilakukan kawanan keong itu, menggali pasir, dan bersembunyi di baliknya. Meskipun hanya sebagian tubuhnya yang “terkubur”, setidaknya anak burung itu tak terseret ke tengah laut. 

Mata burung itu terbuka, melihat begitu banyak kerang yang dia cari selama ini “menyembul” seolah menunjukkan tempat kerang bersembunyi “hei lihat kami di sini”. Kerang menggambarkan kesempatan yang tersembunyi, dan keberanian untuk “tenggelam” adalah penaklukan atas ketakutan si Anak Burung. Ternyata imajinasi yang selama ini terpikir di otak si Burung, tak pernah terjadi. Justru, dia semakin ahli dan berdampak pada kawanan burung lainnya. Dia bersuka cita, berhasil menemukan kerang-kerang yang bersembunyi dibalik luasnya hamparan pasir laut. 

Keong memiliki andil keberhasilan si Anak Burung yang mulai kelaparan. Selama berusaha, kesempatan dan peluang akan datang diwaktu yang tepat. Rasa takut hanyalah barier yang dibentuk dari asumsi individu, dan bisa jadi tak sesuai imajinasi. Menaklukkan ketakutan atau menyerah dengan rasa takut, itu pilihan. 

2nd Day Activity, Team Building

Jam 07.30 kami harus berkumpul di seberang jalan, tepatnya di Pantai Kedonganan, Jimbaran, Bali. Bertepatan hari Jum'at tanggal 14 Februari 2025. Bukan tak beralasan, sebagian peserta akan break lebih lama karena ibadah sholat Jum'at. Pukul 08.00 acara pun dimulai. Event Organizer sudah hadir sedari pagi, sekitar jam 06.30, mereka terpantau sudah bersiap untuk menyambut kedatangan rombongan kami. 

Di momen ini, keceriaan dan wajah sumringah begitu jelas terlihat. Kami diminta mengikuti setiap perintah dari EO saat itu. Mulai dari pemanasan, gerakan sabuk pengaman, hujan, petir hingga “perjodohan” antara kerang dan mutiara. Sangat seru dan petjah! Pembagian kelompoknya ternyata cukup seru, hingga pada satu kesempatan, saya dan Abah Arif tak dapat kelompok, akhirnya kami berdua pun di lelang secara sukarela hahaha

Bersyukur karena cuaca pagi itu sangat mendukung, tak terlalu panas. Mendung memang menggelayut di atas langit Jimbaran sedari pagi. Meskipun sesekali bergeser ke sana kemari, tetap saja teduh. Gerah sudah pasti, capek pun tak dapat dihindari. Permainan menyusun balok secara grup, memasukkan bola menggunakan tali dan pipa, roda raksasa, dan bola labirin membuat kami terlarut dalam sukacita. Tak terasa waktu dua jam berlalu. Penutupnya APT dance secara bersama-sama. Pagi itu keseruan kami pun resmi berakhir! ☹️

Peserta workshop memiliki waktu free time hingga jam 13:30, sudah termasuk ibadah sholat Jum'at dan makan siang. Presentasi kedua pun dimulai. Judulnya singkat dan padat, WHY. Teknik analisa yang pernah saya pelajari juga dari Fahd Pahdepie. Teknik why ini digunakan untuk menggali informasi, mengidentifikasi masalah dan tentunya menemukan jalan keluar atau way out! 

Ya, diawali dari penggunaan kamera polaroid yang digunakan untuk presentasi, kemudian presenter melempar pertanyaan ke audience, bagaimana cara menggunakan kamera itu? Salah satu rekan pun menjawab dari persiapan objek yang difoto, menghidupkan perangkat kameranya dan kemudian menekan tombol untuk menghasilkan jepretan sesuai keinginan. Pertanyaan kedua, mengapa presenter memilih menggunakan kamera polaroid? Padahal kan ada kamera handphone yang kini sudah ada di genggaman. Saya pun mencoba menjawab “Agar bisa langsung jadi dan dicetak fotonya”.

Kemudian presenter menjelaskan asal muasal kamera polaroid. Bermula dari pertanyaan anak kepada ayahnya, kenapa sih setiap foto, harus berhari-hari menunggu sampai gambar atau foto itu jadi? Kenapa kok gak bisa, begitu diambil gambar, fotonya bisa langsung cetak. Ya, sesimpel itu kata why atau mengapa, dunia berubah hingga sampai saat ini dan yang akan datang. Itulah dahsyatnya kata tanya mengapa! 

Mengapa atau why apabila ditanyakan ke audience atau narasumber secara beruntun, akan menghasilkan jawaban yang spesifik. Kapan WHY itu harus berhenti? Ketika lawan bicara atau narasumber menjawab dengan emosi atau raut muka yang mulai berubah. Memang pertanyaan mengapa ini sering kali menimbulkan rasa tidak nyaman, apalagi jika dilakukan secara terus menerus. Hentikan kata mengapa, ketika jawaban yang kita terima dari lawan bicara tidak sesuai dengan keinginan kita. Dan terakhir, hindari kata tanya mengapa, ketika seseorang mulai “terpojok”, atau anda akan ditanya balik, mengapa?!!!? Hehehe

Tibalah presenter ketiga yang membawakan teman “Conquer the fear and grab the opportunity”. Ya, tema ketiga ini berhubungan dengan presenter pertama, tentang menghadapi dan menaklukkan ketakutan. Sesi ini adalah lanjutannya, grab the opportunity, sikat saja kesempatan yang datang. Eits tunggu dulu. 

Ada hal yang perlu diperhatikan sebelum mengambil kesempatan yang ada, persiapkan dengan baik semuanya. Pertama, kenali tantangan, ya tak semua orang menyukai tantangan, mungkin saja tantangan membuat seseorang tak nyaman. Jika dipikir, setiap tantangan memang perlu upaya yang lebih, bahkan diluar nurul eh nalar sekali pun. Tengok saja bayi itu, demi bisa berjalan saja, ribuan kali jatuh, namun tetap saja terus mencoba. Kedua, mindset shift, ya banyak sekali literasi tentang mengubah fixed mindset dan growth mindset yang, namun pertanyaannya, mampukah kita mengidentifikasi nya untuk kemudian merubah cara berpikir kita? 

Ketiga, tingkatkan kemampuan atau skill Anda. Kesempatan tidak datang dua kali, dan seringnya tanpa ada aba-aba atau peringatan untuk kita dalam kondisi siap. Dikisahkan dalam video, ketika seseorang yang ahli di bidang marketing, tiba-tiba ditanya tentang skill digital marketing. Dan calon karyawan itu pun meminta waktu untuk belajar tentang kriteria yang dibutuhkan. Sayangnya ketika beliau sudah paham, posisi yang sudah di apply sudah diisi oleh orang lain. 

Keempat, opportunity recognition atau membaca peluang. Memang tak semua orang memiliki keahlian ini, namun dengan banyak belajar dan berkomunikasi, setiap kesempatan yang datang bisa saja “diantisipasi” dengan baik. Ibarat buah yang ada di pohon, kalau sudah matang, sudah pasti akan dipanen duluan. Ya kan

Kelima, persiapkan dengan matang rencana dan tindakan Anda. Persiapan yang matang akan menghasilkan sesuatu yang maksimal. 

Gala Dinner

Puncak dari rangkaian workshop ditutup dengan acara yang tak kalah seru dan menarik. Dari hampir enam puluh peserta workshop, dibentuk sembilan tim yang akan menampilkan karya yang unik dan kreatif. Bertempat di rumah makan Wanaku Seafood & Chinese Restaurant, kami mendapatkan tempat yang eksklusif, hall yang begitu luas dan tentunya nyaman. Sound system nya jedag jedug, cukup mantab. 

Urutan penampilan telah ditentukan sorenya, setelah presenter terakhir tampil. Selain itu, peserta workshop juga diminta untuk berpartisipasi dalam kuis tebak kata dan kontes foto. Satu lembar soal dan pensil sudah tertata rapi di meja. Grupnya pun telah ditentukan, satu meja untuk 8-9 orang. Menu gala dinner ini termasuk mewah dan banyak pilihan. Meskipun restoran chinese food, namun dijamin halal. 

Dan penutupannya, performance dari N-1 CFO. Dance-nya cukup keren, energik dan penuh semangat. Uniknya Ibu CFO juga ikut nge-dance menjelang akhir performance. Salut dan angkat topi, ditengah kesibukan sebagai leader, beliau-beliau masih mau tampil dengan maksimal. 

Semoga semangat workshop tak hilang ditelan ombak pantai Jimbaran, atau tertinggal melayang di atas langit antara Denpasar dan Jakarta. 

Terima kasih untuk panitia, rekan-rekan peserta workshop, semangat perjuangan kita sama. We Strike, We Win! 

#GoBeyondTurningChallengesIntoWin #ChallengeIsFun #WorkShop2025 #Jakarta #Bali #Denpasar #Jimbaran


Jimbaran Bay Beach Hotel

Hello Kitty parkir di Bandara I Gusti Ngurah Rai

Tour Guide: Bli Ode

Ceria setelah performance

Lelah selepas team building 

Kearifan lokal Bali

Release kapal selepas Subuh, Kadonganan Beach

Menuju Landing Di Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai

Check in Soetta





Komentar

  1. Dalam setiap kisah kehidupan..semua tidak ada yang sia sia..selalu ada hikmah dan pembelajaran yang bisa dipetik..saat healing pun banyak hal yang bisa dipelajari kemudian dapatkan hakekat keberadaannya..have a happy day

    BalasHapus
  2. dan dengan ada performance ini, ternyata kita bisa lihat finance tidak hanya serius menghitung angka, tetapi ternyata banyak yang berbakat dan kreatif

    BalasHapus
  3. Next bisa ikut department yang lain ya mas, biar ada yang bikinin cerita juga :D

    BalasHapus

Posting Komentar

Terima kasih telah mengunjungi www.besongol.xyz
Untuk saran dan kritik perbaikan sangat terbuka. Silahkan tinggalkan komentar

Postingan populer dari blog ini

Pandu

Angon