Parfum Sujali
Sore baru saja berganti malam, adzan Magrib masih berkumandang. Gerah, sudah lebih dari sebulan, kampung Tutur tak turun hujan. Mendung hanya menyapa sejenak, setelah itu pergi tanpa pamit. Pun kalau turun, hanya butir air mirip semprotan parfum, tambah sumuk, begitu kata orang kebanyakan. Beruntungnya mata air terpelihara baik di sini. Denok baru selesai mencuci baju, di bilik sumber air yang tak jauh dari rumahnya. Namun, bukan berarti tak butuh “perjuangan” untuk menjangkaunya. Jalannya naik turun, berundak dan cukup terjal. Aksesnya berupa jalan setapak, dengan anak tangga tanah liat yang terekspos sempurna, kemerahan. Di kedua sisinya terpasang bambu, dengan kemiringan empat puluh lima derajat, menurun, untuk berpegangan. Jum'at adalah hari yang paling dinanti Denok, hari dimana arjunanya pulang dari peraduan, Sujali. Pantas saja dia selalu antusias menyambut hari spesial itu. Dibereskan semua olehnya pekerjaan rumah, agar ketika suaminya datang, dia bisa duduk leha-leh...